TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Hukum Universitas Parahyangan, Prof Dr Asep Warlan Yusuf SH MH menyatakan, langkah sejumlah pedagang tradisional wilayah Kota Bogor dalam mengajukan gugatan uji materiil (judicial review) terhadap Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok (Perda KTR) sudah tepat.
Pemerintah Daerah tidak boleh sewenang – wenang untuk menghilangkan hak masyarakatnya untuk beraktivitas ekonomi atau kegiatan usaha.
“Ya, itu juga harus diperhatikan. Jangan sampai mengurangi hak untuk berusaha. Kan ada hak juga untuk mendapatkannya di ruang publik,” kata Asep, Selasa (28/1/2020).
Menurut Asep, eperti diketahui Perda KTR Kota Bogor menimbulkan reaksi pro dan kontra di masyarakat.
Sejak awal pembentukan hingga revisi Raperda, terdapat poin yang bertentangan dengan peraturan di atasnya, yaitu PP 109 Tahun 2012.
Bahkan, saat revisi Perda dilakukan, poin krusial seperti larangan pemajangan produk tetap dimuat.
Baca: Jambret Misterius Tewaskan Wanita di Bogor, Korban Sempat Cerita Ada yang Mengikuti
Baca: Jokowi Riding ke Botani Square Dikawal Anak, Kaesang : Biasanya yang Ngawal di Depan
Baca: Intip Gaya Kaesang Naik Motor ke Mal Bareng Jokowi di Hari Ulang Tahunnya, Belanja? Ini Pengakuannya
Hal tersebut dinilai banyak pihak mengabaikan kesepakatan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan (PUU) melalui jalur non litigasi antara Pemkot Bogor dan para pemangku kepentingan industri hasil tembakau.
Sebelumnya, Kemendagri telah menyatakan bahwa kewenangan saat ini ada di DPRD dalam melakukan pengawasan, memperbaiki atau mencabut Perda.
DPRD sebagai pembentuk perda KTR dapat menggunakan fungsi pengawasan pelaksanaan tersebut dan dapat juga melakukan legislative review untuk memperbaiki atau mencabut bersama Pemda.
Sementara untuk Perda provinsi yang telah diundangkan, dapat dilakukan klarifikasi atas permintaan masyarakat.
Apabila Raperda atau Raperkada berasal dari kabupaten atau kota, maka fungsi binwas terdapat di Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert NA Endi Jaweng mengatakan, langkah pedagang tradisional Kota Bogor sudah ideal karena Kementerian sudah tidak punya wewenang untuk mencabut Perda.
“Saya tahu bahwa Pemkot Bogor, yang mengeluarkan aturan tersebut, tidak akan mencabutnya. Jadi yang paling masuk akal dilakukan adalah judicial review," kata Endi.
Endi menambahkan, Perda KTR Kota Bogor tergolong cacat hukum karena bertentangan dengan aturan pusat.
Sebelumnya Endi juga telah melakukan kajian mengenai Perda – Perda bermasalah yang menghambat investasi salah satunya Perda KTR.