"Nah, yang punya kewenangan itu adalah aparat penegak hukum melalui proses penyidikan dan penyelidikan sampai pada proses di pengadilan,” tuturnya.
Menurutnya, status facebook yang bersangkutan itu tidak bisa dijadikan dasar.
Hal itu karena belum dibuktikan apakah itu sebagai tindak pidana penghinaan atau tidak.
“Postingan facebook yang bersangkutan itu multitafsir. Jadi biar aparat penegak hukum yang mengusutnya,” terang Donny.
Sengaja Cari Kesalahan
Sementara itu, akademisi Hukum Administrasi Negara, Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (HUN Unusia) Jakarta, Muhtar Said menyayangkan adanya SK Rektor Unnes terkait pembebastugasan sementara Dr Sucipto Hadi Purnomo.
itu menyampaikan, Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil tersebut dibuat tidak untuk menghakimi seseorang.
"Dalam PP tersebut ada bab yang memuat klarifikasi. Jika klarifikasi belum diadakan, namun SK sudah keluar, maka memberikan tanda, pejabat yang bersangkutan memang sengaja mencari kesalahan."
"Jika sebuah beschikking (SK) diniati untuk menghantam seseorang tanpa ada dasar yang bersumber dari klarifikasi, SK tersebut batal demi hukum," ungkap Said.
Menurut penulis buku Asas-Asas Hukum Administrasi Negara itu, hukum asasnya equality before the law.
Said menuturkan, harus ada keseimbangan, tidak boleh sepihak, klarifikasi adalah tempat Dr Sucipto Hadi Purnomo melakukan pembelaan diri.
"Jika ini diteruskan, Rektor atau pejabat yang terkait bisa dikatakan telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai pejabat administratur."
"Lihat saja konsideran SK Pemberhentian Sementara."
"Apabila dibaca berulang-ulang, tidak ada sangkut-pautnya dengan kasus, SK itu perlu ditinjau lagi secara komperehensif," tutur Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Fakultas Hukum Unnes itu.