Ia pun merasa bersyukur, program pembinaan yang dilakukan di lapas bisa membuat anaknya betah dengan mempelajari ilmu-ilmu agama.
Tangis tersebut merupakan buah rasa syukur melihat anaknya kini menjadi lebih baik.
"Saya merasa syukur karena saya ketemu anak di masjid.
Saya merasa syukur sekali kepada Tuhan dan berharap saat keluar nanti dia terus begini," kata Syamsuddin terbata-bata.
Narapidana lainnya, Antariki (26) juga mengaku bahwa program pengajian yang diikutinya sejak tiga bulan yang lalu merupakan bentuk hijrahnya dari kisah kelamnya di masa lalu.
Antariki sebelumnya terlibat dalam kasus penganiayaan yang berujung tewasnya korban.
Antariki divonis delapan tahun penjara.
Sebelum masuk penjara, pria asal Makassar ini tak pernah mengaji.
"Baru di dalam sini (lapas) baru bisa baca Al-Quran. Sekarang sudah hafal 22 surat," kata Antariki.
Antariki berjanji jika diberi umur panjang, ia akan menjadi hafiz setelah bebas dari penjara.
Kepala Lapas Klas 1 Makassar Robianto mengatakan, program pengajian untuk warga binaan ini sudah berlangsung sejak tiga bulan yang lalu.
Lapas Makassar bekerja sama dengan Yayasan Dirosa Wahdah Islamiyah sebagai pengajar mengaji untuk warga binaan.
Para warga binaan yang mengikuti program ini bakal mengikuti kegiatan seperti para santri di pondok pesantren.
Di malam Jumat, para santri berkumpul untuk melakukan tahlilan.