TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Pilwali Surabaya mulai menghangat.
Sejumlah nama kandidat mulai bermunculan, bahkan mulai muncul aksi demokrasi yang tidak sehat.
Seperti munculnya Grup WhatsApp “Pilkada Sby Surabaya tanpa M Arifin”.
Pengamat politik Surabaya Survei Center (SSC) Surokim Abdussalam menilai gerakan politik tersebut sama sekali tak bermartabat.
Pilkada, menurut Surokim, seharusnya bisa menjadi ajang edukasi politik untuk masyarakat sekaligus sebagai pesta demokrasi yang bermartabat.
Adanya gerakan politik semacam itu disebut merusak cara berdemokrasi yang sehat bagi warga.
"Jika pilihannya jalan negatif, maka sebenarnya hanya akan merusak dan merendahkan martabat dan marwah demokrasi elektoral kita sendiri," ujar Surokim, Kamis (27/2/2020).
Baca: Machfud Arifin Optimistis Raih 70 Persen Suara di Pilkada Surabaya
Karena itu, kata Surokim, pengendalian diri serta kelompok menjadi penting dan tentu saja masih banyak pilihan jalan baik supaya pemilih lebih bisa dewasa berpolitik.
“Bukan berpolitik selera rendah yang saling mengadu satu sama lain, kehilangan kepercayaan satu sama lain, karena politik akan mudah terjerumus dalam jalan gaduh dan baper yang membuat kita kehilangan nalar sehat,” ujarnya.
Sejauh ini, ada dua nama yang mencuat dalam Pilwali Surabaya 2020.
Pertama, Machfud Arifin yang memiliki segudang pengalaman memimpin birokrasi lembaga yudikatif selevel provinsi sebagai Kapolda Malut, Kapolda Kalsel dan Kapolda Jatim.
Sedangkan lawannya, Eri Cahyadi pernah menjadi kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya.