Untuk itu Reni meminta semua pihak yang berkepentingan untuk melakukan penulusuran secara mendalam.
Sehingga akan diketahui secara jelas motif pelaku melakukan hal tercela tersebut.
"Pelaku anak-anak apa memiliki kecenderungan agresivitas seperti itu"
"Atau memang ini konformitas remaja yang kurang teladan, kurangnya perkembangan rasa empati" tegasnya.
Baca: Heboh Kasus Kepsek Cium Siswi di Kelas Kosong, Ini yang Harus Dilakukan saat Alami Pelecehan Seksual
Tanggapan KPAI
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto dalam kesempatan yang sama mengingatkan kembali sejumlah aturan dalam rangka pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
Seperti yang dimanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud 82 tahun 2015.
Susanto juga menegaskan betapa pentingnya satuan pendidikan mampu melakukan deteksi terhadap peserta didik di ketika berada di lingkungan sekolah.
"Harus melakukan deteksi dini apakah anak ini potensial menjadi korban atau anak ini menjadi pelaku," ujarnya.
Susanto melihat adanya lima tipologi yang dapat menggambarkan potret kasus-kasus penyimpangan di lingkungan satuan pendidikan maupun di dalam komunitas anak.
Pertama, menurutnya tipologi adalah kekerasan secara terbuka, dimana kekerasan biasanya dilakukan secara berkelompok.
"Seperti tawuran dan sebagainya bullying bisa juga antara group dengan group yang sering terjadi. Kasus ini dilakukan tidak satu orang tapi secara berkelompok dan dan itu terbuka," katanya.
Baca: Marak Pelecehan Seksual, Sejumlah Siswi Jadi Korban, Aktivis Perempuan Beri Tanggapan
Kelompok kedua kekerasan dengan tipologi yang mana dilakukan secara perseorangan.
Biasanya berupa ancaman di suatu tempat tertentu