Soalnya, kata Mamat, dirinya tak bisa membedakan bagaimana daging sapi dan babi.
"Jika disebut daging babi, takutnya itu benar daging sapi, tapi setelah digerebek polisi jadi ketahuan," kata dia.
Mamat mengaku, memang dirinya pernah menegur pelaku, sebab ada aduan dari warga jika datang barangnya malam suka berisik.
"Jadi dari jalan nurunkan barang ke rumahnya menggunakan roda. Saya bilang kepada mereka jika nurunkan barang pakai roda malam-malam pelan-pelan kasihan tetangga," tuturnya.
Memang rumah kontrakan pelaku yang dijadikan tempat mengepul barang berada di dalam gang, sehingga mobil tidak bisa masuk langs ke rumahnya. Dari jalan yamg masuk mobil, ke rumahnya berjarak sekitar sekitar 120 meter.
Rumah kontrakan yang digunakan pelaku, berada di daerah permukiman padat, rumah pelaku pun berdempetan dengan tetangganya.
Selain itu kata Mamat, dirinya pernah juga menegur pelaku karena laporan dari warga sering keluar kota terutama Bogor.
"Saya tegur kalau sudah di luar kota terutama zona merah Covid 19, yakni Bogor, harus periksakan diri ke puskesmas. Dia malah jawabnya sok aja kalau kebutuhan dibiayai mah," katanya.
Memang kata Mamat, pelaku tidak terlalu aktif dalam kegiatan kemasyarakatan karena kan pendatang.
"Di sini dia hanya ngontrak," ucapnya.
Ketua RT 03, Lisnawati (42) mengaku, pelaku sempat memusuhinya karena tak mau diajak ke Puskesmas untuk meriksa diri setelah di luar kota.
"Jadi dia kesal karena disuruh ke Puskesmas setelah pulang dari Bogor," katanya.
Menurut Lisnawati, warga di daerah tersebut jarang yang membeli daging di pelaku.
"Memang ada warga yang beli tapi jarang, karena khawatir harganya sangat murah, hanya Rp 80.000, per kilo gram nya, sedangkan daging sapi di pasaran sekitar Rp 125.000," ujar Lisnawati.