TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri RIsmaharini mengungkapkan curahan hatinya (curhat) kalau dirinya banyak sakit hati saat pandemi Covid-19 ini.
"Sakit mbak jadi pemimpin, sakit sekali," ungkap Risma dalam acara Rosi di Kompas TV, Kamis (2/7/2020).
Risma menyebut banyak kesalahan-kesalahan yang ditudingkan padanya, padahal hal itu tidak dilakukannya dalam penanganan Covid-19 di Surabaya.
Awalnya, wali kota perempuan pertama di Surabaya ini mengurai alasannya sujud di hadapan dokter yang bertugas di RSUD dr Soetomo.
Risma tidak terima disebut bahwa rumah sakit surabaya penuh.
Baca: Disinggung Tampak Kurusan, Risma Mengaku Lelah Urusi Pasien COVID-19: Semua Staf Saya Kurus
Pasalnya, salah satu rumah sakit yang disediakan pihaknya untuk menampung pasien covid-19 hingga kini belum ada yang menempati.
Padahal ada 200 bed yang tersedia.
Risma juga mengaku sulit mengakses RSUD dr Soetomo.
Dia bahkan mengaku telah mengirimkan bantuan APD ke RSUD dr Soetomo, namun tidak diterima.
Baca: Aksinya Bersujud di Hadapan Dokter Dinilai Drama dan Lebay, Risma: Saya Tak Bisa Berpura-pura
"Sakit mbak jadi pemimpin, sakit sekali," keluhnya.
Rosiana Silalahi pun meminta Risma blak-blakan mengungkapkan apa yang dirasakan.
Risma lalu mengaku harus menyelesaikan masalah-masalah yang tidak dilakukan.
"Contohnya kami dituduh membawa 38 pasien. Bagaimana mungkin?
Ambulans kami 17 untuk tangani TGC, berarti kami harus pakai 2 kali ambulans.
Itu tidak mungkin karena kita juga nolong kecelakaan, ibu melahirkan," ujar Risma.
Baca: Fakta-fakta Risma Bersujud di Kaki Dokter, Kronologi dan Jawaban Menohok RSUD dr Soetomo
Risma lalu membeber dimana dua hari saat pihak RSUD dr Soetomo mengaku dikirimi 38 pasien Covid-19 itu, tidak ada datanya.
"Di data kami tidak ada. Semua sistem di Surabaya memakai eletronik
Kami punya petanya dokter kemana, ambulans kemana.
Di data kami selama 2 hari kami hanya membawa 5, yang 3 kecelakaan," katanya.
Kenapa 5 pasien itu dibawa ke RSUD dr Soetomo?
Risma beralasan selain penanganannnya di sana, juga karena korban bukan orang Surabaya sehingga klaim lebih mudah.
"Mengapa Ibu langsung merasa ini menyerang secara pribadi dan menganggap bahwa Ibu sudah diperlakukan tidak adil?" tanya Rosi.
Saat bersujud, Risma juga menangis dan mengatakan dirinya telah gagal menjadi wali kota.
"Mengapa Ibu merasa itu serangan pribadi?" tambah Rosi.
Risma mengaku bukan hanya sekali itu saja kinerjanya dipertanyakan.
Menurut dia, sebelumnya banyak sekali kejadian serupa.
"Karena sebelum-sebelumnya banyak sekali peristiwa, kejadian itu," ungkap Tri Rismaharini.
Meskipun begitu, Risma mengaku sebelumnya memilih untuk bungkam.
Hal itu ia lakukan agar tidak memperpanjang masalah.
"Saya sebetulnya enggak mau bicara. Untuk apa sih?" kata Risma.
"Saya juga enggak kepengin ini," tambahnya.
Risma menyebutkan bahkan ada beberapa tuduhan yang diajukan langsung kepadanya.
Namun ia enggan menjawab tudingan-tudingan tersebut.
"Saya ditanyakan, saya jawab bahwa sebelumnya banyak sekali kasus," papar politisi PDIP ini.
"Tapi saya tidak menjawab, meskipun saya tahu arahnya ke saya," ungkapnya.
Menurut Risma, tudingan-tudingan itu lalu dibantah dengan data oleh para stafnya.
Risma menilai data menjadi poin penting yang harus dipegang dalam pekerjaannya.
"Saya mencoba yang menjawab itu staf saya dengan menjelaskan dengan data," kata Risma.
"Terus terang, saya selalu bekerja dengan data. Saya selalu bekerja dengan catatan, saya bekerja dengan teknologi," paparnya.
"Saya bekerja dengan sistem di mana semua standarnya ada," lanjut wali kota yang sudah menjabat selama dua periode ini.
Risma menyebutkan dirinya selalu menunjukkan data jika muncul tuduhan-tuduhan terhadap kinerjanya.
Ia mengaku serangan kepadanya sebenarnya kerap muncul.
"Jadi kalau ada yang menyerang begitu, saya langsung tunjukkan data," tutur Risma.
"Itu sering sekali, sehingga terus terang kemarin saya ya bingung," tambahnya.
Sebelumnya, kabar adanya 38 pasien (sebelumnya disebut 35 pasien) yang menggegerkan IGD RSUD dr Soetomo itu terjadi pada Minggu (17/5/2020).
Kabar ini ramai setelah sebuah foto selebaran yang tertempel di kaca IGD RSUD dr Soetomo, Surabaya.
Isi selebaran viral itu sebagai berikut:
"PENGUMUMAN" UNTUK SEMENTARA IGD RSUD DR SOETOMO TIDAK BISA MENERIMA PASIEN BARU DIKARENAKAN MASIH ADA 35 PASIEN COVID-19 YANG BELUM MENDAPATKAN KAMAR ISOLASI".
Kabar ini pun langsung membuat masyarakat heboh mengingat selama ini rumah sakit milik Pemprov Jatim itu menjadi rujukan utama pasien.
Menanggapi hal ini, Dirut RSUD dr Soetomo, Joni Wahyuhadi memastikan informasi yang viral bahwa IGD RSUD dr Soetomo sudah tidak bisa menerima pasien pada Minggu (17/5/2020) adalah tidak benar.
Joni menjelaskan, IGD RSUD dr Soetomo hanya tidak menerima pasien sementara waktu karena ada penumpukan pasien yang diduga pasien Covid-19 dan saat itu belum mendapatkan ruang isolasi.
"Tadi malam (Sabtu, 16/5/2020) di RS dr Soetomo terjadi kedatangan pasien dengan Covid-19 cukup banyak, sampai pagi (Minggu, 17/5/2020) masih tersisa 34-35 pasien di UGD," kata Joni saat konferensi pers, Minggu (17/5/2020) malam.
Pasien tersebut, menurut keterangan Joni ada yang datang sendiri tapi sebagian dibawa oleh KMS 112 (command center Pemkot Surabaya) ke RSUD dr Soetomo tanpa komunikasi terlebih dahulu.
"Begitu saja ditaruh di UGD dan ditinggal. Seperti itu akan membuat petugas kerepotan menempatkan dimana agar tidak menular ke yang lain," lanjut Joni.
Perawat pun mengusahakan agar pasien-pasien tersebut segera mendapatkan ruangan hingga pukul 08.00-08.30 WIB pasien masih menumpuk padahal pada jam tersebut adalah waktu disinfeksi UGD.
"Akhirnya tim di UGD minta waktu, para perawat lalu menulis di kaca. Saya juga tidak tahu siapa yang memfoto dan share kemana-mana dikira IGD nya tutup padahal ini jeda waktu untuk melakukan evakuasi disinfeksi ruangannya," lanjut Joni yang juga Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur.
Selama jeda waktu tersebut, perawat dan petugas melakukan disinfeksi UGD serta menyiapkan ruangan untuk pasien akut sebagai ruang isolasi tambahan.
"Jadi karena 'kegeruduk' akhirnya membuka (ruangan) yang seharusnya untuk pasien akut, karena pasien akut sekarang tidak banyak, jadi kita pindah dulu," ucapnya.
Untuk itu, Joni meminta kepada siapa saja yang memotret dan menyebarkan foto tersebut ada baiknya untuk melakukan verifikasi terlebih dahulu.
"Cobalah sebelum di share ditanya kenapa ada tulisan itu, disana kan ada banyak orang (yang bisa ditanya)," lanjutnya.
Lebih lanjut, kepada siapapun yang akan melakukan rujukan, Joni meminta agar melakukan komunikasi terlebih dahulu dengan pihak RSUD dr Soetomo.
"Di Soetomo ada 4 nomor (call center), semua sudah tahu. Kalau susah langsung kontak direkturnya tidak apa-apa," ucap Joni.
"Jadi tidak etis kalau pasien dibawa ke UGD terus ditaruh begitu saja terus ditinggal begitu. Menyalahi PMK rujukan nomor 1 tahun 2012 juga secara etika tidak baik. Memang saat ini di dalam kondisi yang sulit, tapi marilah kita tetap di dalam standar," lanjutnya.
Khofifah Minta Jaga Tata Krama
Sementara itu, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa meminta agar semua pihak menjaga tata krama dan menaati regulasi serta mekanisme rujukan pasien.
"Lembaga itu ada komandannya masing-masing lembaga punya tertib administrasi nya, jadi kasihan kalau ada pasien langsung ditaruh, ditinggal," kata Khofifah.
Ia meminta masing-masing tim memahami tata krama tersebut dan menghormati regulasi di masing-masing institusi terutama terkait regulasi sistem rujukan yang termuat di PM Kesehatan.
Pada kesempatan itu ia juga membacakan PP 21 tahun 2008 pasal 28 terkait penyelenggaraan penanggulangan bencana terutama terkait koordinasi antar Pemkot dan Pemkab, juga antara Pemkab/Pemkot dengan Pemprov.
"Kita semua punya tugas kewajiban memberikan perlindungan nyawa dan jiwa dari warga dimana kita punya mandat," tutup Khofifah. (*)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Risma Akui Ada Serangan Pribadi saat Tangani Covid-19: 'Sakit Mbak Jadi Pemimpin