"Saya yakin karena saya hafal dan ingat luas tanah saya sebelum saya jual," tegasnya.
Suparmi pun lantas memprotes ketidakadilan itu pada kelurahan sejak 2016.
Ia bahkan meminta pihak kelurahan melakukan pengukuran tanah ulang.
"Saya membayar Rp 400 ribu tapi hasilnya sama, saya masih tidak terima karena saya yakin itu ada sisa lebar 33 cm," terangnya.
Belum ada titik terang
Beberapa perundingan juga telah dilakukan oleh kedua belah pihak pada 2016 tersebut.
"Dulu ada perjanjian dengan kepala desa juga, tapi hasilnya tetap nihil, sisa tanah saya tidak kembali," pungkasnya.
Lantaran tak terima, Suparmi kemudian membawa ke ranah Dinas Agraria Kabupaten Sragen.
Tak hanya itu, ia pun membawa pengacara agar sengka tersebut lekas menemui titik temu.
Akibat masalah ini, kedua tetangga itu menjadi tak lagi bertegur sapa.
Baca: Bayi Berusia Setahun di Sragen Tertular dari Ayahnya yang Seorang Tenaga Kesehatan di Solo
Bahkan, pada akhir 2018, Suprapto sempat merusak tembok pembatas rumah yang dibangun Suparmi di sisa tanah selebar 33 cm itu.
"Dilakukan dua kali, pertama yang depan akhir 2018, kedua yang bulan Maret tahun ini," aku Suparmi.
Suparmi yang tidak terima akan kejadian tersebut lantas melapor ke pihak Polsek Sragen pada 19 Mei 2020.
"Katanya saat ini sudah naik ke Polres Sragen dan mau dibawa ke ranah pengadilan," ungkapnya.