"Capek Mas sayanya begini terus," ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, angka perceraian di Kabupaten Indramayu menjadi yang tertinggi di Jawa Barat, disusul dengan Kabupaten Bandung.
Jika dirata-rata, ada 12 ribu pasangan bercerai setiap tahunnya di Kabupaten Indramayu, atau dengan kata lain ada sekitar seribu pasangan yang bercerai setiap bulannya.
Humas Pengadilan Agama Indramayu, Agus Gunawan mengatakan, ironisnya dari sekian banyaknya pengajuan gugatan cerai, tidak sedikit berasal dari pasangan muda.
Rata-rata usia mereka bahkan baru 20-24 tahun.
Hal ini pula yang membuat duda dan janda muda banyak ditemui di Kabupaten Indramayu.
"Selalu ada setiap hari pasangan muda yang bercerai, rata-rata usianya 20-24 tahun," ujarnya kepada Tribuncirebon.com, Selasa (25/8/2020).
Agus Gunawan tidak menampik, fenomena itu terjadi akibat pernikahan dini yang terjadi di masyarakat di Kabupaten Indramayu.
Sebagian besar dari mereka memanfaatkan batas usia menikah minimal yang ditetapkan pemerintah untuk segera menikah, yakni untuk laki-laki dan perempuan minimal harus berusia 19 tahun.
Terlebih, pada regulasi sebelumnya bahkan walau masih berusia 16 tahun, bagi perempuan sudah diperbolehkan menikah.
Dalam hal ini, belum ada penelitian khusus yang dilakukan Pengadilan Agama Indramayu terkait mengapa pernikahan dini diminati masyarakat di Kabupaten Indramayu.
Kendati demikian, diakui Agus Gunawan faktor pernikahan usia dini ini terhitung masih lebih rendah jika dibandingkan dengan persoalan ekonomi.
Faktor ekonomi masih menjadi alasan yang mendominasi ribuan masyarakat di Kabupaten Indramayu bercerai setiap bulannya.
"Kalau dalam data gugatan itu faktor utamanya adalah ekonomi, ada juga pihak ketiga dan pernikahan dini," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul "Cerita Nurhalimah Ibu Muda Usia 19 Tahun di Indramayu Gugat Cerai Suami, Tak Tahan Jadi Korban KDRT"