Dalam satu hari, mbah Projo bisa membawa pulang uang hasil dari jasa reparasi jam tangan itu sekitar Rp 30 sampai Rp 60 ribu.
Uang tersebut digunakan untuk membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya, dan diserahkan ke keluarga sang adik.
Hiburan satu-satunya untuk sedikit melupakan beban hidup yang begitu berat dirasakan pria yang dulunya bekerja di kantor penerbitan Taman Siswa itu hanya didapat dari suara semerawang yang keluar dari radio lawas seukuran batu bata berwarna hitam.
"Kalau sudah sibuk membetulkan jam begini sudah lupa semua dengan hutang-hutang. Ya ada saja rejeki yang datang," kelakarnya.
Semangat di usia senja
Diusianya yang kini memasuki 71 tahun, Mbah Projo pantang untuk meminta-minta.
Bahkan dirinya terlihat semangat untuk bekerja dan menghidupi adiknya yang memiliki keterbatasan.
Setelah selesai mengurus keperluan adiknya itu, Mbah Projo kembali meneruskan mencari nafkah pada malam hari.
"Malam saya lanjut lagi, sampai jam 21.00. Kalau malam tidak pasti tempatnya. Asal ada emperan ya saya berhenti," imbuhnya.
Di usianya kini, mbah Projo masih memiliki tanggung jawab yang besar lantaran harus mengurus adik perempuannya.
Baca juga: VIRAL Nenek 80 Tahun di Lamongan Hidup Sebatang Kara, Suami Meninggal dan Tak Punya Anak
Pilihan itu harus ia jalani lantaran adiknya kini membuthkan bantuan dirinya untuk bertahan hidup.
Tangan terampilnya itulah yang menghidupi dirinya bersama adik tercintanya melalui reparasi jam tangan dari satu trotoar ke trotoar yang lain.
Tak jarang dirinya kerap ditegur oleh Satpol PP agar menutup lapaknya tersebut.
Namun, Mbah Projo selalu meminta agar diberikan kelonggaran untuk tetap membuka jasa reparasi jam tangan tersebut.