TRIBUNNEWS.COM, MEDAN -- Masalah insentif dan santunan tenaga kesehatan (nakes) yang menangani covid-19 di Sumatera Utara sudah didengar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Lembaga ini pun mengingatkan agar insentif ini tidak dipotong oleh siapa pun.
Informasi yang didapatkan KPK bahkan ironis, pihak manajemen rumah sakit telah memotong insentif ke para nakes.
Besaran penyunatan insentif disebut mencapai 50% hingga 70%.
"KPK mengimbau manajemen RS atau pihak terkait agar tidak melakukan pemotongan insentif yang diberikan kepada nakes," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati.
Baca juga: Kemenkeu Minta Dugaan Pemotongan Insentif Nakes Jangan Dilihat Sepihak
Menanggapi temuan tersebut, Wakil Ketua Satgas Covid -19 Sumut, Alwi Mujahit Hasibuan menuturkan bahwa pihaknya sudah mengimbau pihak pemda untuk mengurus pencairan dana insentif.
Ia menjelaskan untuk kasus di rumah sakit di Sumut kebanyakan insentif tersebut tidak diurus dengan benar sehingga tidak keluar dana ke tenaga kesehatan.
"Kita sudah menyampaikan supaya itu diurus oleh kabupaten/kota dan sampai sekarang kalau di Satgas indikasi pemotongan itu tidak ada. Yang ada itu tidak diurus dengan benar sehingga tidak keluar insentifnya," tuturnya kepada tribunmedan.com, Rabu (24/2/2021).
Baca juga: Gugus Tugas Covid-19 Kulon Progo Butuh Nakes Khusus untuk Tracing Klaster Pengajian di Temon
Ia menuturkan bahwa kebanyakan kasus di Sumut bahwa pihak rumah sakit tidak mengurus prosedur pencairan insentif dengan benar sehingga tidak keluar dananya.
"Misalkan untuk pengurusan itu ada prosedur. Ada persyaratan dan kelengkapan berkas itu tidak dilengkapi kadang-kadang jadi tidak keluar. Sehingga ketika tidak keluar, tidak ada yang bisa dibagikan," ungkapnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Kadis Kesehatan Provinsi Sumut ini juga menegaskan bahwa di Sumut tidak ada indikasi pemotongan.
Baca juga: Berbulan-bulan Gaji Tak Dibayar, Nakes Demo Keliling RS: Disuruh Sabar dan Hanya Dijanjikan Terus
"Kalau indikasi pemotongan itu tidak ada, mana berani, karena itu langsung ke rekening. Karena ke pribadi orang-orang," tuturnya.
Terkait kasus indikasi pemotongan insentif yang terjadi di RS Pirngadi, Alwi menyebutkan bahwa hal tersebut disebabkan tidak bisanya dana dicairkan.
"Kalau kasus di RS Pirngadi bukan pemotongan, tapi diurus tidaj benar mungkin. Tapi kemungkinan itu, tidak bisa dicairkan tidak bisa dibagikan," jelasnya.