Laporan Tim Reporter Tribun Jateng
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Seorang pria sebut saja Bambang, warga Semarang seketika tertawa ketika ditanya pengalamannya menjalani nikah siri, meski hanya bertahan setahun.
Kepada tim liputan khusus Tribun Jateng, Bambang menuturkan, proses nikah siri terjadi 2009. Awal mula memutuskan untuk nikah siri karena ada uang dan tak bisa menahan nafsu.
"Yang jelas kurang bisa bersyukur atas nikmat dari Allah SWT. Padahal sudah punya istri setia dan anak-anak yang sehat. Kenapa waktu itu saya masih melakukan nikah siri hanya karena nafsu belaka," kata Bambang ungkap masa lalu.
Diakuinya, pengalaman nikah siri hanya satu kali. Setahun langsung putus. Sebelum melangsungkan pernikahan, ia lebih dulu memberitahukan kepada istri pertama.
"Istri pertama dengan sangat berat hati menyetujui. Kenapa pernikahan itu terjadi? disebabkan oleh karena istri kedua dianggap lebih cantik dan menarik, jadi bukan karena alasan agama," ujarnya.
Proses ijab disaksikan dua orang pria, dengan bayar modin waktu itu Rp 250 ribu beserta cincin kawin yang sekadarnya untuk melengkapi syarat. Waktu punya dua istri Bambang mengaku puas nafsunya sebagai lelaki. Tapi ternyata kerugian sangat banyak. Sulit bagi waktu, tak bisa mendidik anak-anak, kurang bisa adil, dan ekonomi merosot karena malas kerja.
Kini Bambang sudah tidak lagi memiliki dua istri, ia memutuskan pisah dengan istri kedua akhir 2010. Proses cerai hanya dilakukan melalui sambungan telepon.
"Sudah saya ceraikan istri siri karena tak mampu membiayai. Waktu itu malam hari terjadi cekcok berat lalu saya ceraikan istri siri tahun 2010 akhir. Dan saya kembali utuh berkumpul dengan istri pertama," tuturnya.
Dia katakan, tak ada kewajiban apapun kepada mantan istri siri itu. Tapi karena punya satu anak dari istri siri, Bambang tetap memberikan uang demi kelangsungan hidup anak tersebut.
Sebagai pria yang pernah nikah siri, Bambang kasih saran bahwa nikah siri merugikan dua pihak, terutama keluarganya.
Ketua Prodi Antropologi FIB Undip, Dr Amirudin menilai maraknya pernikahan siri disebabkan banyak hal.
Ada motif karena agama, faktor ekonomi, psikologi, biologis, motif politik, motif simbolik, atas nama cinta, dan motif poligami.
Dijelaskannya, nikah siri berasal dari bahasa Arab sirri atau sir yang berarti rahasia. Perkawinan siri dalam konteks itu berarti nikah secara rahasia.
Padahal yang dimaksud nikah merujuk pada rukun Islam tentang perkawinan, maka sebaiknya perkawinan diketahui orang banyak, bukan dirahasiakan.
Namun etimologi tersebut berubah di Indonesia, nikah siri berarti nikah yang tidak dicatat oleh negara di KUA.
Itu tertuang pada UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang tertulis di Bab I dasar perkawinan pasal 2 ayat 2: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Mengapa kemudian nikah siri marak? Perkawinan itu hakekatnya peristiwa budaya. Banyak motif yang melandasi pernikahan jenis itu dipilih," ujarnya.
Saat motif menjalankan perintah agama plus tambahan sejumlah motif lain tadi berbenturan dengan sejumlah ketentuan hukum lainnya kalau ia PNS misalnya, mendapat larangan untuk tidak beristri lebih dari satu.
Faktor psikologi dalam keluarga (ditolak keluarga dan/atau istri), adanya norma budaya yang memberlakukan satu suami satu istri, dan makin kuatnya desakan gerakan gender mainstreaming, maka nikah siri kemudian dipilih sebagai jalan masuk (escape clausul) mengharmonisasi semua tuntutan norma-norma yang saling konfrontatif.
"Di titik ini, nikah siri lebih dipandang sebagai siasat bagi seseorang dalam menghadapi sejumlah tekanan agar jalan aman secara norma agama, norma hukum lainnya dan presi keluarga karena makin mengendapnya arus besar genderisme," imbuhnya.
Baca juga: NIkah Siri Marak di Semarang, Termasuk Seorang Kepala Dinas Nekat Nikah Siri dengan Anak Buahnya
Amirudin yang juga menjabat sebagai Ketua SDGs Center Undip ini menjelaskan, solusinya adalah perlu rasionalisme siri sebagai jalan masuk pernikahan yang didasarkan pada alasan-alasan dan penerapan persyaratan yang lebih besar.
Melalui institusi agama, kantor urusan agama, ormas, dan para penghulu nikah siri, kepada para lelaki agar tidak terlalu mudah menjalani nikah siri.
Maksudnya, nikah siri jangan dipermudah, bila perlu dilarang menurut hukum positif untuk kepentingan yang lebih besar.
Misalnya terkait dengan perlindungan dan status anak, status hukum istri berkenaan dengan hak waris, dan lain-lain. (tim)