Aliran turbulen tersebut dari jauh tampak seperti awan bergulung-gulung menuruni lereng gunung api dan bila terjadi malam hari terlihat membara.
Awan panas biasanya tidak segemuruh longsoran biasa karena tingginya tekanan gas pada material menyebabkan benturan antar batu-batu atau material di dalam awan panas tidak terjadi dengan kata lain benturan teredam oleh gas.
Penduduk sekitar Merapi menyebut awan panas sebagai wedhus gembel dalam bahasa Jawa berarti domba karena secara visual kenampakan awan panas seperti domba-domba menyusuri lereng.
Istilah ini diperkirakan telah dipakai sejak berabad-abad oleh penduduk setempat (lebih tua dari pada istilah nuee-ardente).
Baca juga: Tim Respons Darurat Bencana JRBM Diapresiasi Menteri ESDM
Awan panas Merapi dibedakan atas awan panas letusan dan awan panas guguran.
Awan panas letusan terjadi karena hancuran magma oleh suatu letusan.
Partikel-partikel terlempar secara vertical dan horizontal. Kekuatan penghancuran material magma saat letusan ditentukan oleh kandungan gas vulkanik dalam magma.
Sedangkan awan panas guguran terjadi akibat runtuhnya kubah lava bersuhu sekitar 500-600 derajat Celcius oleh tekanan magma dan pengaruh gravitasi.
Berita lain terkait Gunung Merapi
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)