"Sebab, meskipun mogoknya cuma tiga hari, kadang imbasnya lebih dari tiga hari. Tahu jadi langka lah atau justru kalau pun ada, harganya naik tinggi. Harapannya, pemerintah cari solusi, biar pada penjual tahu ini tetap jualan, kasian juga kan, kalau engga ada tahu dan tempe, rakyat kecil makan apa," ucapnya.
Juariah (48), warga Cempaka Arum, Gedebage, Kota Bandung, berharap rencana mogok para perajin tahu ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk mulai mencari importir baru penyuplai kedelai selain Amerika.
"Situasi ini, kan, terus berulang ya. Terakhir itu bulan Desember lalu, pas mau tahun baru, kalau enggak salah. Jadi ini semacam warning lah buat pemerintah bahwa sudah saatnya mencari importir baru kedelai, karena selama ini kan kita terus-terusan impor kedelai dari Amerika. Meskipun kualitasnya bagus, kalau ada yang alternatif produsen dengan kualitas yang sepadan, kenapa enggak? Apalagi kalau bisa lebih murah, tapi kualitasnya tetap bagus, itu lebih baik lagi," ujarnya.
Jika jadi nanti, mogok para produsen tahu kali ini adalah yang kedua pada tahun ini. Sebelumnya, para perajin tahu dan tempe ini juga menggelar aksi serupa selama tiga hari, 1-3 Januari. Saat itu, aksi juga dipicu kenaikan
Hal tersebut sebagai respons perajin terhadapnya melonjaknya harga kedelai sebagai menjadi Rp 9.200 per kilogram. Pascamogok, harga kedelai kembali turun sebelum membali merangkak naik awak Ramadan. (cipta permana)
Baca juga: Selain Enak, Makan Tempe Punya Manfaat Kesehatan, Baik untuk Jantung
Protes Harga Kedelai
· Mogok produksi dan berjualan tahu dan tempe digelar tiga hari, 28-30 Mei 2021.
· Mogok rencananya diikuti semua perajin tahun dan tempe se-Bandung Raya.
· Alasan mogok, kenaikan harga kedelai.
· Kemarin, kedelai sudah Rp 10.700 - 12.000 per kilogram
· Harga normal kedelai Rp 7.000 per kilogram.
· Kenaikan sudah mulai terjadi sejak sebelum Ramadan.
· Ini kali kedua produsen tahu dan tempe mogok produksi tahun ini. Januari lalu, mereka juga melakukan aksi serupa