Atau mayoritas usia milenial. Mereka kan suka dengan media sosial. Sifat mereka juga suka coba-coba hal baru.
Kita edukasi melalui visual lewat media sosial. Program edukasi ini penting.
Salah-satunya untuk memberitahu bahwa korban penyalahgunaan narkoba bisa datang sukarela ke BNN dan tidak ditangkap, justru akan direhabilitasi gratis dengan dibiayai negara dan privasinya dijamin.
Kalau kita menekan suplai narkoba, kita sasar pengedarnya, bandarnya.
Tapi, di sisi lain kan ada juga demand atau kebutuhan, itu harus ditekan juga. Kita menangkap orang di sisi suplai, tapi kalau korban penyalahgunaan belum direhab ya tetap akan memakai.
Oleh karena itu, kita mengajak masyarakat Bali, siapapun yang ada di keluarga atau lingkungannya menjadi pengguna, jangan dikucilkan dia.
Antar ke BNNP, nanti akan dilakukan asesmen dan rehabilitasi. Tetapi, lain cerita kalau saat memakai, mereka ditangkap oleh petugas. Ya pasti akan melalui proses hukum.
Lantas apa pendekatan ketiga?
Pendekatan ketiga adalah smart power. Yakni, dalam mengungkap jaringan kasus kejahatan narkotika, BNN mengikuti dan memanfaatkan teknologi.
Pasalnya, kejahatan peredaran narkoba kini sudah merambah ke ruang digital, melalui media sosial.
Di sini kita harus selangkah lebih maju, tidak boleh ketinggalan teknologi, harus sejalan dengan kemajuan teknologi artificial intelligence, big data, kita harus ikuti.
Pendekatan kepada generasi milenial, salah satunya dengan mengenali kebiasaan dan gaya hidup mereka.
Seperti apa tren penyalahgunaan narkoba di masa pandemi Covid-19, khususnya di Bali, yang Anda ketahui?
Ada sesuatu yang berubah sebagai akibat dari pandemi terhadap pengguna narkoba. Beberapa bulan terakhir ini saya mengindikasikan banyak sekali kasus narkoba yang terkait dengan dampak pandemi.