Ia berpendapat, jika KPK tetap menjadi badan yang independen, posisi orang-orang yang memiliki kepentingan tersebut menjadi terancam.
Oleh karena itu, banyak pihak yang mencoba 'menundukkan' KPK.
"Keempat, arus kuat elite politik dan bisnis untuk pemenangan politik 2024. Poin keempat ini tidak saya analisis tanpa gejala."
Baca juga: ICW: Kami Minta KPK Tak Sebarkan Informasi Bohong Soal TWK
"Tapi empat tahun kami bersama teman-teman, termasuk 75 pegawai KPK itu, menggeluti, menghayati, dengan sungguh-sungguh, berbasis fakta dan kajian-kajian, secara akademis, profesional, akuntabel," jelasnya.
"Sesungguhnya yang paling ditakuti dengan adanya KPK yang independen itu adalah apabila mengganggu proses-proses mengeksploitasi kekayaan perekonomian dalam rangka pemilu-pemilu."
"Sejak Pemilu 2014, 2019, dan nanti 2024. Maka dalam rangka poin empat ini, KPK harus dilumpuhkan," imbuh dia.
Harapan Terakhir KPK di Tangan Presiden Jokowi
Kendati demikian, Busyro menganggap KPK masih memiliki harapan terakhir di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal itu terlihat dari pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut hasil asesmen TWK tidak serta-merta menjadi dasar pemecatan 75 pegawai tersebut.
"Kita berharap sampai akhir bulan November atau September ini, jika Presiden membatalkan hasil TWK itu, maka kita punya harapan pada negara ini," kata Busyro, dikutip dari Tribunnews.
Baca juga: Pakar: Jika Jokowi Tak Lepas Tangan, Polemik TWK Pegawai KPK Bisa Cepat Selesai
Jika tidak berbuat sesuatu, Busyro menganggap pembiaran yang dilakukan oleh orang nomor satu RI tersebut akan membuat masyarakat hilang kepercayaan.
Baik dalam hal penanganan polemik KPK ini maupun harapan secara umum.
"Jika Presiden sampai saat itu tidak segera membatalkan TWK dan memulihkan 75 pegawai itu sebagaimana status awalnya, maka itulah saat yang terang benderang, kita tak bisa berharap lagi pada Presiden Joko Widodo," ucapnya.
Lebih jauh, Busyro menyebut di tengah-tengah pelumpuhan KPK, tentunya penguatan kembali harus terus diusahakan.