TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat UGM), Zaenur Rohman ikut menanggapi terkait kebijakan pemberian honor kepada pejabat daerah dari tiap pemakaman jenazah pasien Covid-19.
Adapun kebijakan tersebut dilakukan oleh Bupati Jember, Sekretaris Daerah (Sekda) Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) hingga Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Jember.
Keempat pejabat itu disebut menerima honor masing-masing Rp 70,5 juta karena menjadi tim pemakaman jenazah Covid-19.
Menurut Zaenur, kebijakan tersebut dinilai tidak masuk akal dan justru melukai masyarakat.
"Pemberian honor itu tidak masuk akal dan melukai perasaan masyarakat yang terdampak Covid-19, terutama keluarga korban yang meninggal dunia," kata Zaenur Rohman kepada Kompas.com, Jumat (27/8/2021).
Zaenur berpandangan, pemberian honor itu tidak patut, sebab penanganan pandemi Covid-19 merupakan tanggung jawab pejabat, baik pusat maupun daerah.
Di sisi lain, para pejabat tidak berperan langsung dalam pemakaman.
"Para pejabat itu bukan orang yang melakukan pemakaman secara langsung, mereka bukan petugas-petugas pemakaman."
"Jadi tidak semestinya mendapatkan honor dalam setiap pemakaman korban Covid-19," tambahnya.
Di sisi lain, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter mempertanyakan dasar kebijakan pemberian honor.
Baca juga: Heboh Honor Pemakaman Covid-19 di Jember, Total Capai Rp282 Juta, Ini 4 Nama Pejabat yang Menerima
Sebab, menurutnya, kebijakan tersebut dikhawatirkan bisa dikendalikan oleh para pejabat dan menguntungkan dirinya sendiri.
"Dasar hukum melakukan pencatutan uang itu apa? Kalau dasar hukumnya SK bupati itu bisa sangat abusive."
"Karena bupati mengatur kebijakan yang menguntungkan dirinya sendiri,” ucapnya.
Lalola juga mengatakan, dengan adanya honor maka pejabat daerah mendapat pemasukan ganda.