Dari permukiman warga ke Sungai Belat itu berjarak sekitar 17 Km, namun tidak ada akses darat karena dikurung rimba alam yang lebat. Pohon akasia liar juga tumbuh di sana.
Anak-anak sungai rawa gambut yang bermuara ke laut juga banyak, rata-rata ada buayanya.
“Dari camp tempat kami tinggal ke perkampungan harus menggunakan pompong atau sampan mesin. Perjalanan kami dari camp ke perkampungan atau sebaliknya sekitar 1,5-2 jam lamanya,” kata dia.
Temukan Kejanggalan
Sementara itu, informasi yang dihimpun Tribunpekanbaru.com, peristiwa kematian remaja 13 tahun Malta Alfarel Nduru tersebut meninggalkan banyak spekulasi di tengah masyarakat.
Kejanggalan yang dirasakan masyarakat selain tidak ditemukan jejak harimau, juga luka sayatan di tubuh korban terbilang rapi.
Sayangnya, korban tidak diotopsi karena pihak keluarga memutuskan untuk dibawa ke kampung halamannya, yakni kabupaten Nias, Provinsi Sumatera Utara.
Selain itu, bagian tubuh korban yang hilang adalah bagian kepala dan kemaluan.
Masyarkat berpendapat, biasanya harimau memakan setelah mangsanya mati, sehingga tidak banyak genangan darah yang keluar.
Bagian yang dimakan terlebih dahulu biasanya juga bagian tubuh mangsa yang lunak, seperti perut dan paha.
Camat Sungai Apit, Wahyudi mengatakan, pihak kepolisian masih menyelidiki peristiwa tersebut.
Beberapa orang sudah diperiksa kepolisian sebagai saksi.
Pihak Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) juga sudah turun ke lokasi menelusuri binatang buas tersebut.
“Mudah-mudahan tidak ada lagi peristiwa serupa ke depannya, serta pekerja aman bekerja di perkebunan,” kata dia.