News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wawancara Eksklusif

Jony Fink Kebanjiran Order Kotak Tisu Berbahan Limbah Kayu Ulin

Editor: cecep burdansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

JONY FINK, perajin limbah kayu ulin

TRIBUNNEWS.COM, BANJARMASIN - LIMBAH kayu umumnya berakhir lapuk atau jadi arang bahkan abu. Namun di tangan terampil Jony Setiawan atau Jony Fink, potongan kecil kayu itu teramat berguna karena bisa disulap menjadi barang bernilai ekonomi.

Warga Desa Kandanganlama, Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanahlaut ini memproduksi aneka produk rumah tangga terutama perlengkapan dapur seperti cobek, sendok dan gelas.

Tak gampang menekuni usaha tersebut. Perlu kesabaran, ketelatenan dan seni promosi yang smart. Berikut wawancara Jurnalis Banjarmasin Post, Mulyadi Danu Saputra, dengan pemuda penyuka warna pink ini pada program Btalk via Zoom, Senin (15/11) sore.

Sejak Kapan Anda membikin kerajinan berbahan limbah kayu ulin?

2016. Awalnya saya hanya membikin cobek dan ulekannya. Tapi kemudian permintaan terus mengalir hingga sekarang. Saya pun berupaya melakukan inovasi produk. Kalau item produknya sekitar 20 jenis. Produk saya tak cuma perabot rumah tangga tapi juga permainan tradisional seperti balogo.

Sebelum menekuni pengolahan limbah ulin, apa aktivitasnya?

Saya dulu bekerja di perusahaan tambang batu bara. Saya lihat banyak ulin bekas berserakan dan berakhir di tempat pembuangan atau cuma dijual ke dapur arang saja. Itu sangat gimana gitu, padahal kayu ulinkan hampir punah. 

Apalagi sekarang kayu ulin telah dikeluarkan dari daftar kayu yang dilindungi sehingga kemungkinan bakal banyak yang hanya akan jadi arang. Itu pun bukan arang skala ekspor, karena arang ekspor berbahan kayu halaban.

Apa komentar orang-orang di sekitar ketika Anda memulai memungut limbah ulin?

Macam-macam komentar minor. Saya pernah dikatain tetangga kurang kerjaan saja memunguti limbah ulin. Tapi saya tak mempedulikan komentar-komentar seperti itu karena mereka tidak tahu sisa kayu ulin itu barang yang bernilai.

Sebenarnya apa yang melatarbelakangi Anda menyulap limbah ulin ini?

Keluarga saya sangat suka sambal. Nah, saat bikin sambal di cobek berbahan tanah atau batu kan sering ada pasirnya gitu. Lalu muncul ide membikin cobek dari limbah kayu ulin. Pertama yang bikin ayah saya. Pas ada acara keluarga, cobek dan ulekan ulinnya dibawa. Ternyata keluarga tertarik, lalu dipinang dan kami diminta membikin yang baru.

Apakah pembikinan cobek ulin ini belajar secara khusus dan berapa lama?

Pengerjaannnya kami lakukan secara otodidak saja, melihat-lihat bentuk cobek saja lalu dicoba dibikin dan ternyata bisa. Kami membikinnya sehalus mungkin sehingga butuh waktu lama sekitar tiga hingga empat jam per unitnya karena cuma menggunakan alat sederhana seperti gergaji tangan. Kalau sekarang sudah pakai alat yang agak bagus.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini