"Saat duduk di bangku sekolah, saya sempat malu. Namun, kini saya bangga menyebut bahwa saya lahir di Dusun Kemuning, desa di tengah-tengah hutan," ujarnya saat ditemui Tribunnews.com, Minggu (12/12/2021).
Kalimat yang diucapkan mahasiswa semester 5 Universitas Ahmad Dahlan (UAD) tersebut bukanlah tanpa alasan.
Stereotip 'desa terpelosok dan terisolir' melekat kuat pada Dusun Kemuning. Hal itu ternyata berlangsung cukup lama.
Apalagi akses menuju Dusun Kemuning cukup sulit, jauh dari jalan raya dan berada di ketinggian sekitar 1000 mdpl.
Dusun ini pun dikelilingi tiga kawasan hutan, yaitu hutan Wanagama, hutan kayu putih, dan Taman Hutan Raya (Tahura).
Alhasil banyak yang menilai, Dusun Kemuning yang masuk wilayah administrasi Kelurahan Bunder, Kapanewon Patuk, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, tak akan bisa berkembang.
Kondisi ini semakin diperparah dengan tidak adanya inovasi baru yang diciptakan.
"Stigma tersebut mau tau mau melekat di benak para warga. Imbasnya, para pemuda lebih memilih meninggalkan desa," ujar mahasiswa jurusan Teknologi Pangan tersebut.
Tak ingin terus dipandang sebelah mata, sejumlah tokoh masyarakat di Dusun Kemuning mulai mengembangkan potensi yang ada di desa.
Satu di antaranya adalah Telaga Kemuning yang menjadi 'harta karun' Dusun Kemuning.
Telaga yang sebelumnya hanya dimanfaatkan warga untuk memandikan sapi tersebut 'disulap' sebagai tempat wisata.
Gayung pun bersambut. Usaha untuk mengembangkan potensi yang ada di desa 'dilirik' oleh PT Astra International Tbk.
Astra, kata Galuh, melihat ada potensi yang bisa dikembangkan dari Dusun Kemuning yang sayangnya belum digarap secara optimal.
Puncaknya pada 2016, Astra memilih Dusun Kemuning menjadi satu di antara Kampung Berseri Astra (KBA) setelah melalui beberapa proses.