TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Pemerintah Kota Bandung menerapkan kebijakan baru tarif parkir untuk kendaraan roda dua dan roda empat.
Tarif baru parkir di Kota Bandung mulai berlaku 1 Januari lalu. Besarannya tergantung jenis kendaraan dan zonasi.
Semuanya diatur dalam Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 66 Tahun 2021 tentang Tarif Pelayanan Parkir. Tarif parkir dibagi tiga zona.
Untuk zona pusat kota, pengendara kendaraan golongan I seperti truk kontainer dan sejenisnya, harus membayar parkir Rp 7.000 untuk setiap jamnya.
Tarif serupa juga dikenakan untuk kendaraan golongan II seperti bus dan truk.
Untuk kendaraan golongan III seperti mobil, mobil boks, dan pikap, ditarif Rp 5.000 per jam.
Adapun kendaraan golongan IV seperti sepeda motor ditarif Rp 3.000 untuk setiap jamnya.
Sebelumnya, tarif parkir kendaraan golongan III di zona ini hanya Rp 3.000 untuk jam pertama dan Rp 2.000 untuk setiap jam berikutnya, sementara untuk sepeda motor hanya Rp 1.500 untuk jam pertama dan Rp 1.000 untuk setiap jam berikutnya.
Di zona penyangga, tarif parkir baru untuk kendaraan golongan I dan II sedikit lebih kecil, yakni Rp 6.000 untuk setiap jam.
Kendaraan golongan III Rp 4.000 per Jam, sementara kendaran golongan IV Rp 2.000 per jam.
Di zona pinggiran, tarif parkir kendaraan sama dengan tarif parkir di zona penyangga, kecuali untuk kendaraan golongan III, yang sedikit lebih murah, yakni Rp 3.000 per jam.
Keberatan dan Wajar
Sejumlah warga yang ditemui Tribun, kemarin, mengaku tak keberatan dengan kenaikan tarif parkir ini.
Bayu Muharram (33), misalnya. Warga Jalan Kopo ini mengaku setuju dengan penyesuaian tarif parkir tersebut.
Namun, dia berharap, penyesuaian tarif parkir ini dibarengi dengan adanya perbaikan infrastruktur parkir.
"Setuju saja selama ini masih dalam tarif yang wajar. Saya mendukung kebijakan itu. Ya kalau bisa dibarengi dengan pelayanan parkir yang baik," katanya saat ditemui di Asia Afrika.
Hal senada diungkapkan Triastopo Iyog (38), warga Rancasari. Menurutnya, tarif sepeda motor di zona pusat kota Rp 3.000 masih berada di angka wajar dan terjangkau.
"Enggak masalah, yang terpenting bisa hadirkan parkir yang tertib dan rapi dengan tidak mengambil terlalu banyak bahu jalan," katanya, juga di Jalan Asia Afrika.
Namun, berbeda dengan keduanya, Hakim Nur (30), warga Pasteur mengaku keberatan.
Menurutnya, banyak sarana-sarana infrastruktur parkir yang masih belum layak, terutama ada beberapa mesin parkir yang rusak.
"Kalau pun mau naik, harusnya jangan menjadi Rp 3.000. Harusnya sepeda motor itu cukup Rp 2.500 untuk di pusat kota," ujarnya.
Baca juga: Kampung Adat Miduana yang Terlupakan Padahal Terdapat Peninggalan Kebudayaan Sunda 2000 Tahun Lalu
Ditinjau Ulang
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Kota Bandung, Cecep Darmawan, menyarankan agar kebijakan Pemerintah Kota Bandung itu ditinjau ulang.
Menurutnya, Pemkot Bandung seharusnya melakukan kajian terlebih dahulu secara komprehensif terkait potensi dan capaian target dari tarif parkir selama ini. Tidak tiba-tiba menaikkannya.
"Bila tujuan kebijakan tersebut untuk mencapai target dari bidang parkir yang dapat berimbas pada pendapatan asli daerah, seharusnya yang dilakukan adalah menghitung dan memaksimalkan potensi parkir yang ada, bukan justru menaikkan besaran tarif parkirnya. Jadi orang yang bayar parkirnya jadi banyak, bukan orang bayar parkirnya jadi besar dan memberatkan masyarakat," ujarnya kepada Tribun Jabar saat dihubungi melalui telepon, Selasa (4/1).
Selain itu, ujar Cecep, menaikkan besaran tarif parkir juga merupakan kebijakan yang tidak populis, terlebih di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang menurun akibat terdampak pandemi Covid-19.
Dalam kondisi seperti ini, menurut Cecep, pemerintah seharusnya memberikan kebijakan relaksasi bagi masyarakat, termasuk di bidang perparkiran. Bukan sebaliknya.
"Sebelum mengeluarkan kebijakan ini, apakah Pemkot Bandung juga sudah mengevaluasi potensi-potensi parkir yang didapatkan dan yang hilang? Karena, saat ini, sebenarnya kan banyak tuh lahan-lahan parkir yang dikelola oleh pihak ketiga. Jangan sampai potensi yang harusnya masuk ke kas pemerintah daerah, malah ini ke yang lain dan menguntungkan pihak ketiga tadi," ucapnya.
Cecep mengatakan, salah satu upaya mengoptimalkan pendapat dari perparkiran adalah dengan menerapkan teknologi digital seperti yang dilakukan oleh beberapa negara lain.
Dengan teknologi ini setiap pengguna parkir akan dihitung secara objektif, berapa besaran yang harus dibayarkan, sehingga potensi loss-nyai tidak terjadi.
"Masyarakat Kota Bandung ini sebagian besarnya sudah melek teknologi, maka kenapa tidak dipaksa untuk diaplikasikan saja? Awalnya memang akan sulit. Tapi lama kelamaan akan terbiasa, dan target potensi pendapatan parkir pun akan tercapai, masuk ke kas pemerintah daerah," katanya. (cipta permana/nandri prilatama)
Baca juga: Rumah Peninggalan Ainun Habibie Dikepung Tempat Hiburan