Diharapkan, pertemuan dengan warga Desa Wadas dapat menghasilkan kesepakatan.
"Ada juga pertimbangan terhadap kawan-kawan yang belum setuju. Kemarin, ada isunya soal quarry, potensi lingkungan yang akan rusak, kondisi geologis yang ada di sana, saya kira butuh ruang untuk menjelaskan."
"Sehingga, para ahli akan bisa diberikan ruang dan waktu untuk bisa menjelaskan kepada mereka," katanya, dikutip Tribunnews.com dari kanal YouTube Kompas TV, Jumat (11/2/2022).
Menurutnya, pertemuan dengan kelompok yang kontra bersama para ahli menjadi penting untuk membantu menjelaskan kepada warga.
"Maka pertemuan dengan kelompok yang kontra menjadi penting."
"Saya sampaikan ke Pak Mahfud ada banyak orang siap yang membantu memfasilitasi, mendampingi kelompok yang belum menerima," jelas Ganjar.
Baca juga: PSI: Pembangunan Harus dengan Musyawarah dan Tanpa Kekerasan di Desa Wadas
Lebih lanjut, Ganjar menambahkan, kegiatan pertemuan dengan warga Wadas yang kontra sedang dipersiapkan.
"Insyaallah sedang dirumuskan, agar ini semua bisa berjalan dan membuka ruang dialog seluas-luasnya," ucapnya.
Sementara itu, Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Beka Ulung Hapsara menyatakan, pertemuan di Desa Wadas nantinya merupakan tindak lanjut dari ketidakhadiran warga kontra tambang pada Januari 2022 lalu di Semarang.
Beka menjelaskan, alasan ketidakhadiran warga kontra lantaran tidak terpenuhinya syarat yang diajukan Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempa Dewa).
Terdapat enam persyaratan dari Gempa Dewa.
Pertama dan kedua, tidak ada aktivitas apapun selama dialog.
Ketiga, soal representasi warga yang menolak datang semua ke Semarang.
"Terus kemudian (dialog) juga dibuat terbuka artinya live streaming. Lalu mereka meminta dialog dilakukan di Wadas, terakhir dialog tersebut fokus pada penolakan warga untuk mencari alternatif solusi," kata Beka dengan menyingkat surat kiriman Gempa Dewa.