"Kaya bukti pembelian dia gitu, gak ada," katanya.
Safitri mengaku, ingin uang kembali meskipi kemungkinannya sangat kecil.
"Karena itu kan uang korban, tapi kalau enggak, ya ditangani sama polisi," ucapnya.
Serahkan kepada Lembaga Bantuan Hukum
Pengamat hukum dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar), Agustinus Pohan, menyarankan para korban pre-order fiktif minyak goreng sebaiknya berhimpun menjadi satu dan meminta bantuan lembaga hukum.
Ini penting agar upaya para korban berhasil.
"Jangan sampai para korban ini menunjuk kuasa hukumnya sendiri-sendiri. Sebab, bakal terjadi kubu-kubuan dan akan terjadi saling mementingkan pribadi masing-masing."
"Jangan juga ada dua kelompok, nanti terpecah dan jadi berantem sendiri. Jadi, serahkan kepada lembaga bantuan hukum. Jadi nanti membelanya kepentingan semua korban," ujarnya kepada Tribun saat dihubungi melalui telepon, Rabu (23/2/2022).
Agustinus juga memahami kekhawatiran para korban untuk membawa kasus ini ke ranah hukum.
Para korban, kata Agustinus mungkin khawatir uang atau aset mereka akan hilang jika melaporkan kasus ini ke polisi.
"Karena memang banyak sekali praktik penegakan hukum, (kasus) penipuan terutama, yang akibatnya pelapor kemudian tidak pernah bisa di-recovery kerugiannya. Asetnya seakan-akan tidak ada, apalagi kalau dalam jumlah besar," ujarnya.
Kondisi seperti ini, menurut Agustinus, tentu harus menjadi perhatian para pimpinan penegak hukum, baik kejaksaan maupun polisi.
"Agar penyitaannya transparan dan pengelolaannya benar, karena kita masalah penyitaan ini seringkali pengelolaannya yang tidak benar, karena fasilitasnya kurang," katanya.
Ia mencontohkan, kendaraan roda empat yang menjadi aset korban disita dan setelah putusan kondisi asetnya jadi berantakan.
"Sehingga tidak punya nilai akibatnya yang dirugikan pelapor. Yang begini sekarang harusnya sudah menjadi perhatian, tentang recovery aset," ucapnya.
Baca juga: Polisi Usut Kasus Pre-Order Fiktif Minyak Goreng
Saat pelacakan aset nanti, kata Agustinus, semua korban harus mendapatkan informasinya.
"Jangan kemudian pelacakan dan sitanya dilakukan, korbannya tidak tahu, dan kemudian hilang menguap. Harus transparan, semua korban harus bisa mengikuti bahwa itu lho barangnya. Mungkin tidak 100 persen, seperti kasus minyak sekarang. Ada berapa miliar, misalnya. Kan uang itu tidak mungkin habis dalam waktu satu atau dua minggu, belum lama, kan," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, banyak ibu-ibu di Kota Bandung dan daerah lain di Jawa Barat jadi korban pre-order minyak goreng yang dilakukan R. Kerugian mencapai miliaran rupiah.
Bahkan satu pemesan ada yang memesan sebesar Rp 18 juta untuk beberapa minyak goreng. Namun minyak goreng pesanan tak kunjung datang.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Polisi Jemput Paksa Terlapor Pre-Order Minyak Goreng Fiktif, Kini Jadi Tersangka, Korban Rugi Rp 1 M