Salah satu alasan hakim menuntut berat Andi Merya Nur, karena sebagai pejabat negara tidak mendukung program pemerintah yang bersih.
Suap Dana Perencanaan
Sebelumnya, Bupati nonaktif Kolaka Timur (Koltim), Andi Merya Nur didakwa menerima suap senilai Rp250 juta.
Suap itu diberikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah atau BPBD Koltim Anzarullah, diduga untuk memenangkan proyek rekonstruksi dan rehabilitasi pascabencana.
Surat dakwaan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Tim Jaksa KPK dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Kendari, Sultra pada Selasa (25/1/2022).
Agenda sidang pembacaan dakwaan digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri Kendari, Jl Mayjen Sutoyo, Kelurahan Tipulu, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, Provinsi Sultra.
Sidang dipimpin Wakil Ketua Pengadilan Negeri Kendari Ronald Salnofri Bya, diikuti tim kuasa hukum Andi Merya Nur, salah satunya Afifuddin Matara.
JPU KPK Agus Prasetya mengatakan, Kepala BPBD Koltim Anzarullah meminta kepada terdakwa Andi Merya Nur untuk menangani dua proyek perencanaan.
Kedua proyek itu adalah pertama perencanaan kegiatan belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan dua unit jembatan di Kecamatan Ueesi, senilai Rp714 juta.
Kedua adalah perencanaan kegiatan belanja jasa konsultansi perencanaan pekerjaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Koltim senilai Rp175 juta.
"Anzarullah memberikan fee 30 persen kepada terdakwa (Andi Merya Nur) dari dua proyek itu secara bertahap, pertama Rp25 juta dan tahap kedua Rp225 juta," kata Agus Prasetya.
Andi Merya Nur didakwa melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, Andi Merya Nur melalui kuasa hukumnya, Afiruddin Matara menerima dakwaan JPU KPK sehingga menolak eksepsi terhadap dalil-dalil jaksa.
Artikel ini telah tayang di TribunnewsSultra.com dengan judul Jaksa KPK Tuntut Bupati Nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur 5 Tahun Penjara, Hak Politik Dicabut,