News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Mengenal Klitih, Aksi Kekerasan yang Berulang Kali Terjadi di Jalan-jalan Yogyakarta

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Klitih

TRIBUNNEWS.COM - Klitih kembali terjadi di Provinsi DI Yogyakarta.

Kali ini menimpa seorang remaja berinisial D (18) tahun pada Minggu (3/4/2022) hingga berujung meninggal dunia.

Dilansir Tribun Jogja, remaja yang berasal dari Kabupaten Kebumen tersebut mengalami luka di wajah setelah disabet dengan menggunakan gir oleh pelaku.

Pemuda yang kini duduk di bangku SMA Yogyakarta tersebut lantas dibawa ke RSPAU Dr. Hardjukito setelah ia terjatuh dari kendaraannya.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda DI Yogyakarta, Kombes Pol Ade Ary Syam Indriadi, kejadian berawal saat korban sedang beraktivitas di Minggu malam.

Baca juga: Pelajar SMA di DIY Jadi Korban Klitih Hingga Tewas: Sedang Cari Sahur hingga Reaksi Keras Sultan

Baca juga: Tiga Pemuda di Sleman Masuk Bui Gara-Gara Asal Meneriaki Klitih 2 Pelajar, Begini Kronologinya

Lantas, korban dibuntuti oleh sejumlah orang tak dikenal.

Kemudian, korban mengalami penganiayaan berupa sabetan gir oleh pelaku.

“Kejadian di Jalan Gedongkuning, pelaku diduga menggunakan kendaraan roda dua. Satu motor dikendarai dua orang, atau kendaraan lagi dikendarai tiga orang,” ujarnya.

Pada saat kejadian nahas tersebut, korban dibonceng oleh seorang temannya.

Pada awal tahun ini, klitih juga pernah terjadi di DI Yogyakarta tepatnya saat malam pergantian tahun.

Bahkan, kejadian tersebut ramai dibicarakan di Twitter hingga menjadi trending topic dengan tagar #SriSUltanYogyaDaruratKlitih dan #YogyaTidakAman.

Kronologi kejadian berawal ketika korban berinisial HAD (19) hendak pulang dari Pantai Parangtritis usai merayakan malam pergantian tahun.

Kemudian ketika sesampai di Jalan Gajah Mada, korban bersama teman-temannya berpapasan dengan para rombongan pelaku.

Rombongan pelaku pun memaki rombongan korban dengan menodongkan sebliah celurit.

Akibatnya, HAD pun dibacok dan mengakibatkan luka sepanjang 10 sentimeter dan harus mendapat jahitan.

Lantas apa itu klith dan bagaimana sejarahnya? Berikut penjelasannya yang telah Tribunnews rangkum dari berbagai sumber.

Apa Itu Klitih?

Kabid Humas Polda DIY AKBP Yuliyanto (kedua dari kanan) menunjukkan senjata tajam yang digunakan oleh para pelaku klitih di jumpa pers hari Jumat (04/01/2019) (istimewa)

Dikutip dari Tribunnewswiki.com, klitih sebenarnya tidak mempunyai makna negatif dan merupakan istilah yang merujuk pada gerombolan muda-mudi yang sebenarnya sedang nongkrong.

Lalu, menurut pemberitaan Kompas pada 18 Desember 2016, kata klitih tidak berdiri tunggal tetapi kata ulang yakni klithah-klithih.

Kata ini dimaknai berjalan bolak-balik agak kebingungan yang mana merujuk pada Kamus Bahsa Jawa SA Mangunsuwito.

Hal ini diperjelas oleh pakar Bahasa Jawa sekaligus Guru Besar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Pranowo.

Ia memberikan penjelasan jika klithah-klithih tergolong dalam kategori dwilingga salin suara atau kata ulang.

“Dulu, kata klithah-klithih sama sekali tidak ada unsur negatif, tapi sekarang dipakai untuk menunjuk aksi-aksi kekerasan dan kriminalitas.”

“Katanya pun hanya dipakai sebagian menjadi klithih atau nglithih yang maknanya cenderung negatif,” jelasnya.

Sejarah Klitih

Klitih kini memiliki arti sebagai kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah remaja di Yogyakarta.

Tindakan kekerasan tersebut berupaya penyerangan terhadap masyarakat tanpa alasan yang jelas.

Bahkan, masih dikutip dari Tribunnewswiki.com, klitih terjadi di Yogyakarta akibat adanya perekrutan geng baru.

Geng ini mengharuskan calon anggotanya melakukan ‘klitih’ atau kekerasan terhadap orang-orang di jalan dengan cara membacok, memukul, atau menusuk target yang bisa berakibat kematian.

Sebenarnya, klitih tidak terjadi satu atau dua kali saja tetapi sudah beberapa kali di DI Yogyakarta.

Contohnya pada Januari 2020 juga pernah terjadi kejadian serupa yang menimpa seorang pelajar berinisial FNR (16) dan berakibat dirinya meninggal dunia.

FNR diketahui mengalami klitih di daerah Selopamioro, Imogiri, Bantul.

Dirinya pun sempat dilarikan ke rumah sakit tetapi nyawanya tak dapat tertolong.

Baca juga: Remaja Bandel dan yang Terlibat Aksi Klitih di Yogyakarta Bakal Dibina TNI

Selang sebulan yaitu bulan Februari 2020, klitih juga dialami oleh dua pemuda di Kulon Progo, Yogyakarta.

Satu korban klitih tersebut mengalami luka parah pada bagian lengan akibat sabetan senjata tajam dari pelaku.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kapolsek Nanggulan, AKP Darsono.

“Kejadian ini hanya ada satu korban yang terluka, dia terkena sabetan senjata tajam di lengannya.”

“Yang satu terkena sabetan Gasper pelaku, jadi tidak terluka,” terangnya.

Klitih pun kembali terjadi di bulan yang sama dan menimpa seorang pengemudi ojek online (ojol) berinisial EC (40) asal Bantul.

Penyerangan tersebut terjadi di Jalan Brangasan, Dusun Brangasan, Trihanggo, Gamping, Sleman pada 1 Februari 2020 dini hari.

Korban yang berasal dari Bangunjiwo, Bantul tersebut bermula saat EC tengah mengantarkan penumpangnya lewat jalan Kabupaten.

Saat melintas, EC berpapasan dengan pelaku yang mengendarai sepeda motor.

Lalu pelaku tersebut mengayunkan benda yang diperkirakan senjata tajam ke arah EC.

Akibatnya senjata itu pun mengenai wajah EC dan menyebabkan luka di bagian mulutnya.

Peristiwa ini pun akhirnya menyebabkan kemunculan tagar pada saat itu di Twitter yaitu #DIYdaruratklitih pada saat itu.

Sultan Hamengkubuwono X Angkat Bicara

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X (Tribunjogya.com/Yuwantoro Winduajie)

Terkait fenomena klitih ini, Sri Sultan Hamengkubuwono X pun buka suara dengan meminta peristiwa ini tidak dibesar-besarkan.

Pernyataan ini berdasarkan fenomena klitih yang terjadi beberapa waktu lalu di Jalan Kaliurang, Kecamatan Ngaglik pada 27 Desember 2021 dini hari.

Selain itu, Sri Sultan juga menganggap jika klitih di Yogyakarta sengaja didesain dan diperpanjang oleh pihak tertentu.

Ia juga menambahkan jika tujuannya agar Yogyakarta dianggap tidak lagi aman dan nyaman seperti dikutip dari Kompas TV.

“Mungkin teman-teman tidak merasa kalau itu by design misalnya, jadi supaya klitih ini diperpanjang menjadi sesuatu yang akhirnya dinyatakan Yogya tidak nyaman dan nyaman,” tegasnya.

Baca juga: Sepanjang 2021 Terjadi 58 Kasus Klitih, Polda DIY Gandeng Dealer Motor Gelar Operasi Skala Besar

Kemudian, Sri Sultan  juga menanggapi kasus klitih yang kembali terjadi pada hari Minggu lalu.

Menurut Sri Sultan , pelaku harus dihukum pidana, bahkan sekalipun pelaku masih anak-anak. Sri Sultan meminta agar proses hukum tetap dilanjutkan karena pembunuhan merupakan tindakan di luar batas.

"Iya (diproses hukum meski pelaku anak-anak). Anak ini (melakukan tindak) pidana ya (karena korban) sampai meninggal," tegasnya.

"Usianya (pelaku) saya nggak tahu, makanya itu satu-satunya cara hanya diproses hukum karena hanya dengan cara seperti itu kita bisa mengatasi persoalan ( klitih )," tambah Sri Sultan.

Sri Sultan juga berharap agar penegak hukum tidak melakukan diversi atau pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan.

Dengan adanya hukuman dari vonis pengadilan diharapkan dapat memberi efek jera kepada pelaku klitih sehingga kejadian serupa tak terulang.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribunnewswiki/Restu)(Tribun Jogja/Miftahul Huda)(Kompas.com/Dandy Bayu Bramasta)(Kompas TV/Tito Dirhantoro)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini