Dari keterangan korban, pelaku ternyata merekam aksi bejatnya menggunakan telepon seluler.
Pelaku kemudian mengancam akan menyebarkan rekaman itu jika korban menolak melayani pelaku.
Baca juga: Pemuka Agama Diduga Cabuli Anak Panti Asuhan di Bolmong, Awal Kasus Terungkap hingga Modus Pelaku
Awalnya yang Lapor 9 Orang
Jems menuturkan, awalnya ada sembilan orang yang melaporkan perbuatan SAS.
Namun, setelah ditelusuri, tiga laporan lainnya diputuskan tidak ditindaklanjuti, dikutip dari Kompas.com.
Satu laporan tidak ditindaklanjuti karena pelapor telah berusia 19 tahun.
Lalu, dua lainnya tak diproses lantaran tidak terjadi hubungan badan.
Kendeti demikian, diperkirakan jumlah korban masih bertambah.
"Para korban diperkirakan masih bertambah, karena belum ada keterbukaan dari para korban sebagai anak sekolah Minggu," terang Jems.
Pelaku Minta Maaf
Kepada polisi, SAS mengakui semua perbuatannya dan meminta maaf.
Permintaan maaf itu disampaikan melalui kuasa hukum SAS, Amos Lafu, dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Dua Anak Bawah Umur di Bangka Belitung Jadi Korban Rudapaksa Ayah Tiri dan Kakek Tiri
Dikatakan Amos, SAS menyampaikan permohonan maaf secara tertulis kepada Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) karena saat bertugas sebagai vikaris di Kabupaten Alor telah mencoreng nama baik GMIT.
Selain itu, SAS juga menyampaikan permohonan maaf kepada Organisasi Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Pasalnya, dia juga terdaftar sebagi aktivis GMKI Cabang Kupang.
"Klien saya juga meminta maaf secara tulus kepada semua organisasi masyarakat dan organisasi kepemudaan Kristen dan semua masyarakat NTT," terang Amos, Selasa (6/9/2022).
(Tribunnews.com/Nanda Lusiana, Kompas.com/Sigiranus Marutho Bere)