TRIBUNNEWS.COM - Sekaten adalah upacara tradisional untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW di Solo dan Yogyakarta.
Upacara ini diselenggarakan setiap tanggal 5 sampai 11 Rabi’ul Awal atau dalam kalender Jawa juga kerap disebut dengan bulan Mulud.
Penutupan upacara Sekaten akan dilakukan pada tanggal 12 Rabi’ul Awal yang ditandai dengan adanya upcara Garebeg Mulud.
Upacara Sekaten ini merupakan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang.
Awalnya, upacara tersebut diselenggarakan tiap tahun oleh raja-raja di Tanah Hindu, berwujud selamatan atau sesaji untuk arwah para leluhur.
Dalam perkembangannya, Upacara Sekaten digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam melalui kegiatan kesenian gamelan, dikutip dari Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY.
Baca juga: HUT Museum Keris Nusantara, Prodi Senjata Tradisional Keris ISI Surakarta Gelar Night at The Museum
Asal usul nama sekaten
Ada beberapa pendapat terkait asal usul nama Sekaten.
1. Sekaten berasal dari kata sekati, diambil dari nama perangkat gamelan pusaka kraton Kyai Sekati yang dibunyikan dalam rangkaian upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad.
2. Sekati berasal dari kata suka dan ati yang berarti senang hati.
3. Sekaten berasal dari kata sesek dan ati yang berarti sesak hati.
Selain ketiga poin di atas, ada juga yang berpendapat, kata sekaten berasal dari syahadatain yang artinya dua kalimat syahadat.
Maksud dan tujuan diaakannya upacara sekaten adalah untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Selain itu bertujuan sebagai sarana penyebaran ajaran agama Islam.
Rangkaian Upacara Sekaten
Upacara tradisional sekaten diselenggarakan selama 7 hari dari tanggal 5 sampai dengan 11 bulan Mulud atau Rabi’ul Awal.
Adapun tahapannya, mula-mula gamelan sekaten dibunyikan sebagai pertanda dimulainya upacara Sekaten.
Gamelan Sekaten mulai dibunyikan mulai jam 16.00 sampai kira-kira jam 23.00 pada tanggal 5 Rabi’ul Awal.
Selanjutnya gamelan dipindahkan ke pagongan di halaman Masjid Besar, yang dilaksanakan pada tanggal 5 Rabi’ul Awal mulai jam 23.00.
Di pagongan ini, gamelan Sekaten dibunyikan pada waktu siang hari dan malam hari, kecuali pada waktunya shalat dan Jumat.
Tahapan selanjutnya adalah hadirnya Sri Sultan beserta pengiringnya ke serambi Masjid Besar untuk mendengarkan pembacaan riwayat kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan pada tanggal 11 Rabi’ul Awal mulai jam 20.00 hingga 23.00.
Tahap terakhir adalah dikembalikannya gamelan Sekaten dari halaman Masjid Besar ke kraton, dan sebagai pertanda berakhirnya upacara Sekaten.
Tahapan ini diselenggarakan pada tanggal 11 Rabi’ul Awal mulai jam 23.00.
Baca juga: Permainan Tradisional Jambi Ago Gilo, Boneka yang Bisa Memberontak Hingga Peserta Terlempar
Upacara Garebeg Mulud
Upacara ini merupakan satu rangkaian dengan upacara sekaten.
Garebeg mulud adalah garebeg yang diadakan di bulan Mulud untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Dalam upacara garebeg mulud terdapat upacara gladhi resik, numplak wajik dan garebeg mulud (miyosipun Hajad Dalem).
1. Upacara Gladhi Resik
Upacara gladhi resik dilaksanakan dari tanggal 1 hingga 8 bulan Mulud, tanggal 9 istirahat, tanggal 10 gladhi resik lagi, dan tanggal 11 istirahat lagi, sebagai persiapan pelaksanaan upacara garebeg Mulud.
Upacara gladhi resik dipersiapkan oleh kesatuan prajurit kraton yang terdiri prajurit wirabraja, prajurit daeng, prajurit patangpuluh, prajukarit prawiratama, prajurit jagakarya, prajurit nyutra, prajurit ketanggung, prajurit mantrijero, prajurit surakarsa, dan prajurit bugis.
2. Upacara Numplak Wajik
Upacara numplak wajik sebagai pertanda permulaan pembuatan gunungan secara resmi.
Upacara numplak wajik diselenggarakan empat hari menjelang penyelenggaraan upacara garebeg, yaitu pada tanggal 8 bulan Mulud.
3. Upacara Garebeg Mulud
Adapun perlengkapan yang dipersiapkan terutama gunungan, karena inti dari upacara garebeg mulud adalah menghantarkan
gunungan secara beramai-ramai dari dalam komplek kraton menuju Masjid Besar.
Ada enam macam gunungan yang dibawa, yaitu gunungan kakung, gunungan putri, dharat, gunungan gepak, gunungan pawuhan, dan gunungan picisan.
Baca juga: Belajar dari Suku Abui di Kampung Adat Takpala Alor, Merawat Kebersamaan Lewat Tarian Lego-lego
Simbol dalam Upacara Sekaten
Dalam upacara tradisional sekaten, ada beberapa lambang yang mempunyai makna, di antaranya:
1. Upacara udhik-udhik
Dalam upacara sekaten, pada tahap gamelan pusaka pertama kali dibunyikan, diselenggarakan upacara udhik-udhik, yaitu penyebaran kepingan uang logam oleh Sri Sultan.
Pemberian atau penyebaran kepingan uang logam oleh raja ini sebagai lambang bahwa pemberian anugerah berwujud harta dan berkat wujud tuah kekeramatan.
2. Gunturmadu
Gunturmadu adalah nama salah satu perangkat gamelan pusaka kraton, melambangkan turunnya wahyu.
3. Nagawilaga
Nagawilaga merupakan nama perangkat gamelan sekaten yang mengandung makna kemengan perang yang abadi.
4. Yaumi
Yaumi menjadi salah satu judul gending sekaten yang mengandung makna hari maulid Nabi Muhammad SAW.
5. Salatun
Salatun adalah judul salah satu gending gamelan sekaten, berasal dari Bahasa Arab yang berarti berdoa, yang mengandung makna berdoa menyembah Tuhan Yang Maha Esa.
6. Dhindang Sabinah
Dhindang Sabinah merupakan judul salah satu gending sekaten, yang mengandung makna mengenang jasa para mubalikh yang menyiarkan agama Islam sejak abad ke XIII Hijriyah.
7. Ngajatun
Ngajatun adalah salah satu gending sekaten yang mengandung makna kemauan hati yang kuat untuk masuk Islam, dan supiyatun, juga salah satu gending sekaten yang mengandung makna kemauan yang kuat untuk mencapai kesucian hati.
Pantangan Tradisi Sekaten
Ada beberapa pantangan dalam tradisi Sekaten, di antaranya:
1. Para abdi dalem niyaga (penabuh gamelan) semala menjalankan tugasnya memukul gamelan pusaka Kyai Sekati dilarang untuk melakukan hal-hal tercela, baik perkataan maupun perbuatannya.
2. Para abdi dalem juga pantang melangkahi gamelan pusaka, dilarang untuk menabuh atau memukul gamelan sebelum menyucikan diri dengan berpuasa dan mandi jamas.
3. Para abdi dalem niyaga pantang membunyikan gamelan pada malam Jumat dan hari Jumat siang, sebelum lewat waktu shalat dhuhur.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Artikel lain terkait Sekaten