TRIBUNNEWS.COM - Ikatan Keluarga Pondok Modern Darussalam Gontor (IKPM) Cabang Depok, Jawa Barat, menggelar doa bersama untuk almarhum Albar Mahdi (AM), santri Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) yang meninggal dunia beberapa waktu lalu.
Doa bersama diikuti ratusan alumni dan wali santri Gontor IKPM Depok di Ponpes Al Hikam, Depok, Minggu (18/9/2022).
Tidak hanya mendoakan korban, doa bersama juga dipanjatkan untuk para pelaku.
Salah satu alumni Gontor angkatan 98, Roni Sondri, mengatakan kejadian yang terjadi di Pondok Gontor membuat segenap alumni turut bersedih.
"Dengan ada musibah ini, kami meyakini sebagai alumni kita juga sedih, seperti juga keluarga almarhum, keluarga pelaku dan pondok kita," ungkap Roni Sondri kepada Tribunnews.com, Senin (19/9/2022).
Roni menilai kejadian seperti yang menimpa keluarga Ibu Soimah, ibunda AM, dapat diselesaikan dengan baik.
Baca juga: Imbas Kasus Penganiayaan, Gontor Evaluasi Sistem Pengasuhan, Perhatikan Tuntutan Zaman
"Kami keluarga alumni dan walisanti Gontor di Depok juga percaya dan yakin pondok bisa menyelesaikan kasus ini dengan baik."
"Nyawa tetap nyawa dan Ibu soimah harus mendapatkan keadilan sesuai hukum di Indonesia," ungkapnya.
Turut Doakan Pelaku
Sementara itu alumni Gontor angkatan 96, Budi Mawardi, menyebut pelaku penganiayaan AM juga merupakan keluarga besar Pondok Gontor.
Sehingga pihaknya juga merasa sedih terhadap apa yang dialami keluarga pelaku.
"Pelaku juga adik kita, almarhum adik kita. Kami pun merasa sedih sama yang dialami oleh keluarga pelaku dan keluarga almarhum," ungkap Budi.
Baca juga: Menteri PPPA Bintang Puspayoga Minta Pesantren Gontor Ciptakan Tempat Belajar Ramah Anak
Budi berharap, adanya kejadian ini dapat membuat Gontor berubah dan berbenah dalam metode pengajaran serta pendidikan kepada santrinya
"Kami berharap pondok tercinta Gontor dapat berbenah dan berubah. Apalagi mau mendekati 1 abad Gontor, ini mementum yang tepat berubah serta beradaptasi dengan zaman yang seperti dulu Gontor lakukan," tutupnya.
Kronologi Kejadian
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, kasus ini bermula saat santri dari Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) menggelar perkemahan kamis malam Jumat (Perkajum).
Dalam gelaran tersebut, korban AM dan temannya yang lain RM dan NS menjadi panitia acara.
Perkajum sendiri diadakan di 2 lokasi berbeda pada 11-12 Agustus 2020 dan 18-19 Agustus 2022.
Setelah selesai acara, semua peralatan perkemahan dikembalikan ke pondok di bagian perlengkapan.
MFA kemudian membuat surat panggilan yang ditujukan ke AM, RM dan NS pada Senin (22/8/2022) pukul 06.00 WIB.
Ia meminta ketiganya untuk menghadap di Gedung 17 lantai 3 komplek PMDG 1.
Saat tiba di ruangan, sudah ada IH selaku Ketua Perlengkapan II.
Sementara maksud pemanggilan untuk evaluasi barang perlengkapan Perkajum yang hilang dan rusak.
MFA dan HI lalu menganiaya ketiga juniornya dengan dalih sebagai hukuman.
Korban dipukul dengan tongkat pramuka dan tangan kosong.
Pada saat itu korban AM mendapat tendangan dan pukulan di bagian dadanya dari dua tersangka.
Akibatnya, ia tumbang tidak sadarkan diri.
AM lalu dibawa menggunakan becak untuk mendapatkan perawatan di RS Yasyfin Pondok Gontor oleh MFA dan rekannya yang lain.
Nasib berkata lain, AM yang belum sempat mendapatkan pertolongan medis kemudian dinyatakan meninggal dunia.
Pihak pondok mengabarkan tewasnya AM kepada keluarga korban pada Senin (22/8/2022) sekira pukul 10.00 WIB.
Keesokan harinya jenazah korban dibawa ke kampung halaman AM di Palembang, Sumatera Selatan.
Tewasnya AM mulai menjadi bahan perbincangan publik saat ibunya, Soimah mengadu ke pengacara kondang Hotman Paris pada Minggu (4/9/2022).
Sehari setelahnya pihak pondok baru melaporkan kejadian ini ke polisi.
Dalam kasus ini, korban lain RM dan NS juga harus menerima perawatan medis karena menderita sejumlah luka.
Baca juga: KPAI Minta Pondok Pesantren Gontor Ikut Bertanggung Jawab terkait Kasus Kekerasan terhadap Santri
Motif penganiayaan
Direskrimum Polda Jatim, Kombespol Totok Suharyanto menjelaskan, motif penganiayaan ini karena MFA dan HI tidak terima kepada para korban.
Ketiganya diketahui sudah merusak dan menghilangkan perlengkapan Perkajum.
"Korban telah menghilangkan perlengkapan dalam acara kegiatan perkemahan kemudian dilakukan pemukulan oleh kedua tersangka," ucap Totok.
Totok melanjutkan, tersangka MFA sudah ditahan atas kasus ini, sementara HI dititipkan ke dinas sosial karena masih di bawah umur.
Kedua tersangka dijerat pasal 80 ayat (3) jo pasal 76c undang-undang republik indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang republik indonesia nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau pasal 170 ayat (2) ke 3e KUHP.
Dengan ancaman 15 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 3 miliar.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Endra Kurniawan) (TribunJatim.com/Sofyan Arif Candra Sakti) (Kompas.com/Muhlis Al Alawi)