Namun, keinginan itu sempat terkendala bagaimana cara untuk menyalurkan biogas ke rumah-rumah warga mengingat lokasi kandang komunal yang tidak berada di dekat rumah warga.
Sempat muncul inisiatif untuk disalurkan melalui pipa-pipa. Namun, ide itu dirasa sulit karena tekanan gas diperkirakan akan habis atau berkurang mengingat jarak yang tidak pendek.
Pertamina kemudian memberi ide agar biogas ditampung dalam ban bekas.
Selanjutnya, ban bekas yang sudah diisi biogas bisa dibawa pulang dan dipakai untuk memasak di rumah.
Ide ini kemudian disetujui kelompok.
Pertamina kemudian memberi pelatihan agar biogas bisa ditampung ke dalam ban bekas.
Warga juga mendapat bantuan 42 kompor dan ban bekas sebagai wadah biogas.
Tak hanya itu, Pertamina juga membuat instalasi purifikasi atau pemurnian biogas pada instalasi biogas yang sudah ada.
“Dengan purifikasi ini, gas meta biogas ini disaring sehingga gas yang dihasilkan murni gas, tidak bercampur air atau sisa kotoran sapi,” terang Roni.
Sebelum dipakai secara massal oleh warga, lanjut Roni, sempat dilakukan pengujian penggunaan biogas dalam ban untuk memasak.
Dari hasil uji coba, penggunaan ban bekas itu terbukti efektif dan aman.
Pengujian itu juga untuk meyakinkan anggota kelompok bahwa memasak menggunakan biogas yang ditampung di dalam ban itu aman dan tidak berbeda dengan gas LPG.
“Awalnya, warga tak takut. Takut meledak dan sebagainya. Tetapi, setelah diajak ke sini, melihat langsung, mereka mulai percaya,” kata Roni.
Roni menyatakan dengan penggunaan biogas sebagai bahan bakar memasak, warga kini bisa lebih berhemat.
“Yang pasti kan manfaatnya mengurangi gas LPG sehingga anggaran beli gas LPG bisa dipakai untuk yang lain,” ungkapnya.
Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugroho mengatakan CSR dan pendampingan yang diberikan kepada Kelompok Ternak JSN Cengkir Gading merupakan salah satu bentuk kepedulian Pertamina terhadap masyarakat di sekitar lokasi salah satu unit operasi Pertamina, yaitu Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Adi Soemarmo di Boyolali.
“Program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) ini dijalankan berdasarkan masalah dan potensi sosial yang ada di sana (Desa Sawahan,-red), berdasarkan pemetaan sosial yang telah kami jalankan sebelumnya,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Rabu (9/11/2022).
Brasto mengungkapkan dalam pendampingan Kelompok Ternak JSN Cengkir Gading, Pertamina memberikan sejumlah bantuan dan kegiatan di antaranya berupa sosialisasi pemanfaatan limbah kotoran melalui biogas, peningkatan kapasitas kelompok ternak dengan studi banding, sarana prasarana pemanfaatan biogas hingga sarana prasarana peternakan.
Adapun pemanfaatan ban bekas sebagai penampung bahan bakar biogas di Sawahan ini terinspirasi dari penerapan serupa di Kelompok Tani Ternak Agni Mandiri di Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, yang juga menjadi inspirasi untuk program TJSL Pertamina.
"Hanya saja pada kelompok tersebut belum digunakan secara massal, baru sebagai sampel, sementara di Sawahan ini penggunaannya sudah didorong secara massal," ujarnya.
Baca juga: Pertamina Kembangkan Sejumlah Inisiatif Bisnis Hijau Dukung Pengurangan Emisi
Pertamina berharap program TJSL dan bantuan yang diberikan dapat bermanfaat bagi masyarakat sehingga mampu meningkatkan taraf ekonominya.
“Selain itu melalui program ini juga mampu memberikan dampak perbaikan terhadap lingkungan, salah satunya dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai energi baru terbarukan, yaitu bahan bakar biogas,” pungkas Brasto. (*)