News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Rudapaksa Paspampres-Kowad, Panglima TNI: Kemungkinan Bukan Pemerkosaan Tapi Tindak Asusila

Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Jenderal Andika Perkasa mengungkapkan hasil penyelidikan sementara terkait kasus dugaan pemerkosaan anggota Paspampres Mayor Inf BF terhadap perwira pertama Komando Wanita AD ( Kowad) Kostrad.

Pelaku sendiri diketahui menjabat sebagai wakil komandan di salah satu Detasemen Paspampres.

Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal Maruli Simanjuntak mengaku sudah memberikan dukungan pada korban pasca-mendapatkan tindak tercela dari Mayor BF.

"Sudah pasti (memberikan dukungan dan pemulihan). Kita harus urus korban," kata Maruli Simanjuntak, Jumat (2/12/2022).

Kasus dugaan rudapaksa ini pun sudah didengar Panglima TNI dan secara tegas meminta diurus tuntas serta pelaku diberikan hukuman berat.

Baca juga: Perwira Paspampres Diduga Rudapaksa Prajurit Kostrad, Anggota DPR: Harus Dibongkar

Sementara, Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko mengatakan, tak ada toleransi bagi pelaku.

"Enggak ada toleransi di dalam penegakan hukum siapapun dia, itu, dari manapun dia berasal," ujar Moeldoko di Epicentrum XXI, Jakarta, Sabtu (3/12/2022).

Ia menambahkan, siapapun yang melanggar hukum termasuk prajurit TNI, tidak akan lolos dari sanksi pidana.

Apalagi sudah ada dalam aturan TNI mengenai pelanggaran disiplin murni dan tidak murni.

Jika mereka melakukan pelanggaran pidana, maka tentunya pelaku akan dijerat sanksi pidana.

Selain itu, prajurit TNI yang terbukti melakukan tindak pidana juga terancam sanksi pemecatan.

Moeldoko juga membenarkan soal kemungkinan sanksi pemecatan akan diberikan oleh panglima TNI terhadap prajurit yang mengabaikan Sapta Marga Prajurit.

"Kita tunggu hasil persidangan. Jadi enggak semena-mena dipidanakan dipecat. Semua harus melalui proses," ujar Moeldoko.

Baca juga: Oknum Paspampres yang Rudapaksa Prajurit Wanita Terancam Dipecat, Andika Perkasa: Sudah Masuk Pidana

Pengakuan GER sebelumnya

Diketahui, tindakan tak terpuji Mayor BF tersebut dilakukan dengan modus berpura-pura melakukan koordinasi.

Hal itu terjadi pada malam hari dengan mendatangi secra khusus kamar hotel Letnan Dua Caj (K) GER menginap saat pengamanan KTT G20.

Tanpa menaruh curiga, sebagai junior, Letnan Dua Caj (K) GER membukakan pintu dan keduanya duduk di sofa kamar secara terpisah.

Namun karena saat itu kondisi Letnan Dua Caj (K) GER sedang kurang fit, tetiba badannya merasa lemas.

Pada momen tersebut, Mayor BF langsung melampiaskan nafsunya.

Kondisi lemah membuat Letnan Dua Caj (K) GER tidak berdaya.

Dirinya baru sadar saat keesokan paginya, ketika terbangun sudah tidak mengenakan busana.

Insiden tersebut membuat Letnan Dua Caj (K) GER trauma dan takut akan dibunuh jika bersuara.

Baca juga: Anggotanya Rudapaksa Perwira Kostrad, Komandan Paspampres: Biarkan Hukum yang Memutuskan

Analisis Psikolog Forensik

Ahli psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menilai kalau kasus itu betul-betul perkosaan, jelas, pelaku harus dihukum berat.

"Apalagi karena dia anggota militer, maka hukumannya bisa lebih berat lagi. Pidana dan pemecatan, seperti yang sebelumnya dikatakan Panglima TNI," kata Reza.

Tapi kalau bukan kejahatan seksual, lalu apa penjelasannya?

Menurut Reza, kasus ini sama seperti pada analisa dia soal kasus kekerasan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Dikatakannya, ada narasi yang dibuat menjadi narasi kejahatan seksual.

"Sebagaimana pandangan saya pada kasus PC dan kasus Jombang, ini sepertinya merupakan false accusation. Jenisnya adalah relabelling. Yakni, relasi seks yang sesungguhnya konsensual diubah narasinya menjadi kejahatan seksual," ujarnya.

Menurutnya, mengapa ada orang dalam hal ini perempuan yang melakukan relabelling? Jawabannya kata Reza adalah, misalnya, sebagai ekspresi dendam, menutupi aib, menyelubungi perasaan bersalah, dan menghindari amarah pasangan.

"Relabelling sebagai bentuk false accusation memunculkan keinsafan, khususnya pada diri saya, bahwa keberpihakan pada korban tetap tidak seharusnya memunculkan sikap apriori. Bahwa kejadian diyakini adalah sama persis seperti yang disampaikan oleh orang yang mengaku sebagai korban, bahwa orang mengaku sebagai korban sama sekali tidak mungkin berbohong," katanya.

Demikian pula implicit bias, kata Reza yang menganggap bahwa jenis kelamin tertentu pasti pelaku dan jenis kelamin lainnya pasti korban. "Cara pandang sexist sedemikian rupa juga harus dihindari," tuturnya.

Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Kowad yang Ngaku Dirudapaksa Paspampres Ikut Ditahan, Ternyata Suka Sama Suka

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini