News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Nyali Pemuda di Boyolali Produksi Gamelan, Buka Lapangan Kerja, Tepis Stigma Tak Modern

Penulis: Daryono
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lilik Dwi Fajar Riyanto (31), pemilik usaha produksi gamelan di Malangan RT 14 RW 3 Desa Dukuh, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.

Ada tiga jenis bahan gamelan yakni besi, kuningan, dan perunggu.

Untuk gamelan berbahan besi yang biasanya banyak dipesan untuk praktek karawitan di sekolah, dibanderol dengan harga Rp 60 juta per set.

Sedangkan untuk  gamelan kuningan lebih mahal yakni minimal Rp 250 juta per set.

Paling mahal yakni gamelan perunggu yang dijual dengan harga Rp 400 juta per set.

Stok gamelan milik Lilik Dwi Fajar Riyanto di Banyudono, Boyolali (Dok. Lilik Dwi Fajar Riyanto)

Meski kini menjadi pengusaha, Fajar tidak lahir dari keluarga pengusaha. 

Ayahnya berprofesi sebagai sopir truk ekspedisi. Sementara ibunya seorang ibu rumah tangga biasa. 

Keberanian Fajar membuka usaha produksi gamelan tidaklah datang dengan tiba-tiba.

Sebelum membuka usaha produksi gamelan secara mandiri, Fajar sudah “magang” mengelola usaha produksi gamelan selama 10 tahun.

Cerita bermula saat Fajar yang masih duduk di bangku SMK dikenalkan dengan Suwaldi, seorang pemilik usaha produksi gamelan di Boyolali.

Perkenalan pada tahun 2008 itu berujung hubungan yang dekat hingga Fajar dijadikan anak angkat.

Oleh Suwaldi, Fajar diminta membantu mengelola usaha produksi gamelan miliknya.

“Pulang sekolah, saya membantu beliau mengecek ketersediaan stok yang habis apa, cek bahan apa yang harus dibeli. Diajak ke dinas-dinas tertentu yang di situ ada pengadaan gamelan. Kami mengajukan company profile, mengajukan keunggulan dari usaha gamelan beliau. Jadi, intinya saya membantu mengelola usaha produksi gamelan beliau,” bebenya. 

Hal itu terus berlanjut hingga Suwaldi meninggal dunia pada 2018 silam. Setelah Suwaldi meninggal dunia, usaha produksi gamelan yang dikelola Suwaldi berhenti lantaran tidak ada keluarganya yang mau meneruskan. Kondisi itu kemudian mendorong Fajar untuk meneruskan usaha produksi gamelan secara mandiri dari nol.

“Saya mendirikan CV sendiri, mulai dari nol lagi tetapi dengan jalur yang sudah diberikan oleh beliau (Suwaldi,-Red). Pekerja dari beliau yang masih mau bekerja saya libatkan,” ungkap pria yang baru menikah setahun ini. 

Aktivitas produksi gamelan di rumah produksi gamelan Lilik Dwi Riyanto di Banyudono, Boyolali. (Dok. Lilik Dwi Fajar Riyanto)
Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini