News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Mantan Guru Tak Percaya Ferdy Sambo Otak Pembunuhan, 'Kalau Ketemu Pepi Masih Cium Tangan Saya'

Editor: Eko Sutriyanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Ferdy Sambo membacakan nota pembelaan atau pleidoi dengan judul Setitik Harapan dalam Ruang Sesak Pengadilan. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNENWS.COM, MAKASSAR -  Herman Hading (71) sampai sekarang masih tak menyangka Ferdy Sambo (49) terlibat pembunuhan berencana terhadap Brigadir Polisi Joshua Hutabarat atau Brigadir J.

Herman merupakan guru dan wali kelas Ferdy Sambo saat mantan Kadiv Propam Mabes Polri menempuh menjadi siswa SMA 1 Makassar antara tahun 1989-1991.

Kasus Ferdy Sambo justru membawa setidaknya lima alumnus SMA 1 masuk dalam pusaran kasus kriminal terheboh di Indonesia.

Sebagai guru, Herman tetap yakin siswanya itu masih seperti pembawaannya 32 tahun lalu, jujur, bersahaja, cerdas, dan disiplin.

“Pepi (sapaan Ferdy Sambo) itu, murid jujur, saya ini tahu betul karakternya.

Baca juga: Eks Anak Buah Ferdy Sambo Paling Tinggi Dituntut 3 Tahun Penjara dalam Kasus Obstruction of Justice

Kalau ketemu saya, dia pasti masih cium tangan saya, seperti 30 tahun lalu,” ujar Herman Hading kepada Tribun, usai menunaikan solat jamaah Magrib di Masjid Nurul Qiraat, Kompleks BPG, Jl Adhyaksa, Panakkukang, Makassar, Kamis (26/1/2023) petang.

Herman menjawab pertanyaan Tribun, sepekan menjelang vonis Ferdy Sambo, terdakwa dua kasus Pak Herman, sapaan guru olah raga terlama di SMA negeri tertua di Makassar itu, mengaku tak pernah membayangkan perbuatan kriminal muridnya itu justru saat menjelang puncak karier di kepolisian.

“Saya tak pernah bayangkan itu, bahwa orang yang sabar, orang yang penurut, orang yang pintar, di (pangkat) bintang dua dia begitu. Ini (kapasitas) saya sebagai guru.

Di sekolah Jl Gunung Bawakaraeng itu, Pak Herman termasuk ‘The Legend’.

Posturnya kekar, tinggi sekitar 176 cm, muka jarang tersenyum, namun ramah saat bertutur kata.

Pak Herman mulai menjadi guru olahraga dan merangkap guru wali kelas di tahun 1971 hingga 1998.

“Pepi itu ketua kelas. Saya ingat, saat masih kelas 2, dia sudah biasa jadi pemimpin upacara di depan 1.000 siswa,” ujar Herman yang kini menjadi pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sulsel.

 Pak Herman diangkat jadi Kepala Sekolah SMA 1 Makassar (2004-2011) dan pensiun sebagai kepala SMA 2 Makassar (2014) ini.

Pak Herman mengaku meski dekat semasa sekolah, sejak Sambo tamat tahun 1991, dia tak pernah lagi bertemu dan komunikasi.

Baca juga: Jaksa Tolak Pleidoi Ferdy Sambo, Minta Majelis Hakim Tetap Putuskan Hukuman Penjara Seumur Hidup

“Saya hanya dengar cerita soal karier bagusnya di Mabes dari teman angkatannya.”

Herman menyebut kasus Sambo diakuinya paling heboh dan membuatnya banyak mendapat pertanyaan, soal perannya sebagai pendidik.

Baginya, kasus Sambo, adalah momen menjelaskan kembali peran pendidik, proses pendidikan, dan dinamika karakter manusia yang labil.

Sejak kasus itu bergulir 8 Juli 2022 atau tujuh bulan lalu, dia banyak mendapat pertanyaan dan permintaan klarifikasi soal kasus kriminal paling heboh dan viral di Indonesia.

Dalam 40 tahun masa pengabdiannya sebagai guru di tiga sekolah (SMA 1, SMA 13 dan SMA 2 Makassar), belum pernah ada siswanya tersandung kasus seheboh ini.

Herman Hading (71), guru dan wali kelas Ferdy Sambo (49) di SMA 1 Makassar masih belum percaya muridnya, terlibat kasus pembunuhan berencana anak buahnya, Brigadir Polisi Joshua Hutabarat ()

“Bayangkan mi saja, kalau di 3 SMA itu rata-rata tamatkan 400 hingga 500 siswa setahun, dalam 40 tahun, berarti lebih 16 ribu mi siswaku.”

Itulah menjelaskan juga, kenapa banyak siswa, kolega teman, bahkan hingga pejabat menanyakan soal pribadi Sambo.

“Dan jawaban saya, adalah karakter Sambo yang saya kenal 32 tahun lalu,” kata guru kelahiran Camba, Maros tahun 1952 itu.

Bahkan beberapa bulan lalu, jelasnya, Kapolda Sulsel Irjen Pol Nana Sujana (56 tahun) dan Wakapolda Sulsel Brigjen Pol Chuzaini Patoppoi (54), bertanya khusus soal karakter Sambo semasa jadi siswa SMAnsa.

“Kebetulan, saya dan pengurus KONI Sulsel audiens ke Polda, dan dua jenderal itu tanya soal Sambo, ya saya jawab seperti yang saya kenal 32 tahun lalu.”

Dia juga menjelaskan, sejak kasus ini mencuat dia baru tahu ternyata setidaknya ada lima siswanya menangani perkara ini.

Mulai dari tersangkanya, penyidiknya, pengacara hingga saksi ahlinya, adalah murid yang pernah saya ajar.

Irjen (dipecat) Ferdy Sambo (Smansa’91), Brigjen Pol Andi Rian Jayadi (penyidik kasus di bareskrim Mabes Polri, Smansa’87), Muh Burhanuddin (pengacara Brigadir J, Smansa ’89), Arman Hanis, SH (Pengacara Putri Candrawati, Smansa ’91), dan terakhir, paling senior Prof Dr Said Karim (60, Smansa 1983, yang jadi saksi ahli meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo.

Sambo jadi tersangka, 9 September 2022, atau dua bulan setelah penembakan di Kompleks Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Adalah Kapolri Jenderal Listyo Sigit yang mengumumkan penetapan tersangka mantan Kadiv Propam Polri itu.

Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, menyebutkan peran Ferdy Sambo adalah menyuruh Bharada E, untuk membuat skenario seolah-olah ada baku tembak. (Tribun Timur/Ansar)

Artikel ini telah tayang di Tribun-Timur.com dengan judul Guru Ferdy Sambo: Pepi Murid Jujur, Saya Yakin Masih akan Cium Tangan Kalau Bertemu

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini