Sebelum meninggal dunia, Shinta Ratri menjabat sebagai Ketua IWAYO.
Kemudian, di tahun 2008, Shinta Ratri memutuskan mendirikan Pondok Pesantren Waria Al Fatah Yogyakarta karena melihat kawan-kawannya yang waria, mengalami ketidaknyamanan saat beribadah di ruang publik.
Berangkat dari hal itu, Shinta Ratri pun membuat pondok pesantren untuk waria.
Tujuannya, agar kawan-kawan waria memiliki tempat yang aman dan nyaman untuk beribadah.
Tak hanya kawan-kawan Muslim, Shinta Ratri juga menyediakan tempat ibadah dan membuat persekutuan bagi kawan-kawan waria non-muslim.
Baca juga: 2 Waria Terjaring Patroli di Kalteng, 8 Bungkus Alat Kontrasepsi yang Dibawa Dimusnahkan Petugas
"Kawan-kawan waria ini ketika salat di ruang publik, di masjid, mendapatkan ketidaknyamanan."
"Kami membuat ruang aman dan nyaman untuk kita belajar agama, kita beribadah bersama, karena memang kesempatan itu tidak ada."
"Di masyarakat tidak ada ruang untuk kawan-kawan waria belajar agama. Itulah kenapa kami punya inisiatif mendirikan ini tahun 2008," urainya.
Meski demikian, dalam perjalanannya, Ponpes Waria Al Fatah sempat ditutup pada 2016 silam karena mendapat ancaman dari kelompok konservatif.
Namun, ponpes kembali dibuka setelah mendapat dukungan dari pemuka agama, aktivis HAM, serta pihak berwenang setempat.
Pada 2019 silam, Shinta Ratri mendapatkan penghargaan dari Front Line Defenders atau organisasi internasional untuk perlindungan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Irlandia.
Sosok Shinta Ratri
Shinta Ratri selama ini dikenal sebagai pejuang hak bagi para kawan-kawan waria.
Menurut aktivis waria Yogyakarta, Rully Malay, Shinta Ratri adalah sosok pemimpin yang berhasil membawa kawan-kawan waria menuju perubahan.