Hal itu tak terlepas dari dorongan Rumah BUMN Solo terhadap usaha Eko yang memanfaatkan limbah tak terpakai.
"Pertama kali ekspor yang bener-bener saya ekspor itu tahun 2018, kalau sebelumnya, ada orang beli terus dibawa dan dijual di luar negeri. Tapi kalau bener-bener cari buyer dari luar negeri itu 2018," ungkapnya.
Mulai dari Malaysia, Vietnam, Singapura, Brunei, Taiwan, hingga India dan Belgia.
Dalam perjalanan produknya go ekspor, Eko juga terbantu oleh Rumah BUMN Solo.
"Saya kerap konsultasi, pas dapet buyer dari luar, saya konsultasi bagaimana jawabnya, langsung dibantu, jawabannya gini gini gini."
"Seperti konsultasi dengan keluarga, tidak ada jarak," ujarnya.
Untuk sangkar burung, Eko bisa membuat dengan diameter 16-60 centimeter yang dijual mulai dari harga Rp 350 ribu hingga Rp 2,5 juta.
Omzet Eko pun bisa menyentuh belasan juta rupiah per bulannya.
Baca juga: Kolaborasi Industri dan Perguruan Tinggi untuk Berdayakan UMKM di Daerah
Kerap Jadi Pembicara dan Berikan Pelatihan
Kesuksesan Eko dalam menekuni usaha pembuatan sangkar burung sejak 2014 itu nyatanya tak hanya ia nikmati sendiri.
Kini, Eko kerap menjadi pembicara dalam sejumlah seminar maupun pelatihan membuat sangkar burung.
Bahkan ia bersedia memberikan kursus membuat sangkar burung gratis di tempatnya.
"Rumah BUMN juga mengajarkan saya public speaking, dulu saya pegang mikrofon aja gemeter, sekarang kalau acara saya ngomong di depan, jadi narasumber terkait ekspor dan pelatihan," ungkap Eko.
Menurutnya, Rumah BUMN Solo sangatlah membantu usahanya untuk bangkit dan berkembang.