TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Sebanyak 29 rentetan guguran awan panas keluar dari Gunung Merapi sejak pukul 12.12 WIB hingga pukul 18.00 WIB, Sabtu (11/3/2023).
Ini menjadi rentetan guguran awan panas erupsi Gunung Merapi terbesar kedua sejak 2021.
Sebelumnya, tercatat ada 24 kali rentetan APG hingga pukul 16.00 WIB.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi ( BPPTKG ), Agus Budi Santoso dalam konferensi pers pada 16.30 WIB.
Baca juga: Gunung Merapi Kembali Luncurkan Awan Panas Sejauh 1.800 Meter Sabtu Malam Pukul 23.01 WIB
“Hingga pukul 16.00 WIB ini ada 24 kejadian APG di Gunung Merapi . Aktivitas vulkaniknya masih fluktuatif. Beberapa kali terjadi guguran yang terdengar dari pos pengamatan Gunung Merapi di Babadan,” ujar Agus.
Dia mengungkapkan, APG itu terekam dalam seismograf dengan amplitudo antara 25-70 mm dengan durasi 128-458 detik.
Adapun jarak luncur terjauh adalah 4 km ke arah barat daya, yakni Kali Bebeng dan Kali Krasak.
“Pada saat kejadian, angin itu bertiup ke arah barat laut-barat. Jadi, ada hujan abu di sektor barat laut-utara dengan intensitas bervariasi. Hujan abu tipis dilaporkan mencapai Kota Magelang ,” terangnya.
Ia menyebut, abu itu tersebar hingga Wonosobo. Hingga pukul 15.30 WIB, titik terjauh hujan abu berada di Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang atau sejauh 33 km dari puncak Gunung Merapi .
Menurutnya, dengan sebaran abu yang cukup jauh ini bukan berarti Erupsi Gunung Merapi sangat besar lantaran tergantung dengan kekuatan angin.
Potensi bahaya saat ini berupa guguran lava dan awan panas di sektor selatan-barat daya, meliputi Kali Boyong sejauh maksimal 5 km dan Kali Bedog, Bebeng dan Krasak sejauh 7 km.
Pada sektor tenggara, meliputi Kali Woro sejauh maksimal 3 km dan Kali Gendol 5 km.
Sedangkan, lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak.
Baca juga: Erupsi Gunung Merapi, Pemkot Magelang Semptor Alun-alun dan Bagikan 10 Ribu Masker
“Suplai magma, baik dari dalam maupun dangkal, masih berlangsung yang dapat memicu terjadinya APG di dalam potensi daerah bahaya,” terangnya.