Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi
TRIBUNNEWS.COM, CIREBON - Suasana Keraton Kasepuhan Cirebon yang awalnya sepi mendadak ramai saat sejumlah orang keluar dari Dalem Arum, Rabu (22/3/2023).
Dipimpin Patih Keraton Kasepuhan, Pangeran Patih Raja M Nusantaraberjalan menuju Langgar Agung yang berada persis di depan Museum Benda Pusaka.
Mereka menuju ke Beduk Samogiri yang berada di sisi kanan Langgar Agung, kemudian menabuhnya secara bergiliran setelah merapalkan doa bersama.
M Nusantara selaku patih pun mengawali penabuhan beduk tersebut, kemudian dilanjutkan beberapa orang lainnya yang turut serta dalam rombongan itu.
Beduk Samogiri tersebut dipukul secara bergantian oleh beberapa orang lainnya dengan irama dan tempo yang berbeda-beda.
Patih Nusantara mengatakan, rangkaian tersebut merupakan tradisi tabuh dlugdag untuk menyambut datangnya Ramadan yang berlangsung sejak ratusan tahun silam.
Baca juga: GKR Hemas Bersama Koordinator KITA Hadiri Jumenengan Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan Cirebon
"Dlugdag ini sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa besok merupakan 1 Ramadan sehingga nanti malam mulai salat Tarawih," kata M Nusantara saat ditemui seusai kegiatan.
Ia mengatakan, pada masa lalu belum ada teknologi pengeras suara sehingga tabuh dlugdag menjadi sarana pemberitahuan yang efektif bagi masyarakat.
Tradisi tabuh dlugdag tersebut juga merupakan warisan sejak era Sunan Gunung Jati selaku Sultan Cirebon yang pertama.
Pihaknya bersyukur, tradisi tabuh dlugdag pada tahun ini mulai melibatkan masyarakat sekitar Keraton Kasepuhan yang berkumpul di Langgar Agung untuk melihatnya.
Pasalnya, selama pandemi Covid-19 tradisi tersebut digelar secara terbatas dan hanya melibatkan keluarga serta abdi dalem Keraton Kasepuhan.
"Kami bersyukur tradisi tabuh dlugdag ini bisa melibatkan warga sekitar karena dalam beberapa tahun terakhir hanya dihadiri famili dan beberapa abdi dalem," ujar M Nusantara.
Penghulu Keraton Kasepuhan, M Jumhur mengatakan, irama dan ketukan saat tabuh dlugdag juga mempunyai makna tersendiri.
Pihaknya mengakui, irama tabuhan beduk tersebut mengacu pada lantunan zikir umat Islam ataupun selawat kepada Nabi Muhammad Saw.
"Bunyi beduk saat ditabuh jika diperhatikan saksama seperti sedang membaca kalimat tauhid dan selawat Nabi Muhammad Saw," kata M Jumhur.
Ia mengatakan, terdapat tiga irama dalam penabuhan Beduk Samogiri dalam tradisi tabuh dlugdag, yaitu lantunan kalimat tauhid, ucapan lafaz Allah Swt, dan la haula wala quwwata illa billahil 'aliyil adzim.
Menurut Jumhur, tiga irama tabuh dlugdag juga mempunyai makna filosofis, yakni kaum muslim tidak bisa melaksanakan puasa Ramadan tanpa pertolongan Allah Swt.
"Tradisi itu turun-temurun sejak zaman Wali Sanga setelah waktu salat Asar dan irama penabuhannya juga mengacu pada pelafalan zikir atau selawat," ujar M Jumhur. (*)
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Tabuh Dlugdag di Keraton Kasepuhan Cirebon, Tradisi Menyambut Ramadhan Sejak Ratusan Tahun Lalu