Kala itu, Anas Urbaningrum sesumbar siap digantung di Monas jika terbukti melakukan korupsi.
"Saya yakin. Yakin. Satu rupiah saja Anas korupsi di Hambalang, gantung Anas di Monas," ujar Anas pada Maret 2012.
Hingga akhirnya, Anas Urbaningrum ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2013.
Satu hari berselang, Anas Urbaningrum mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat.
Setelah menjalani sejumlah persidangan, Anas pun dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek Hambalang oleh majelis hakim.
Anas terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP, pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Pasal 3 ayat (1) huruf c UU No. 15 Tahun 2002 jo UU No. 25 Tahun 2003.
Baca juga: Jawaban Anas Urbaningrum saat Ditanya Apakah Bakal Kembali ke Politik: Harus Belajar Dulu
4. Perjalanan Vonis
Selama menjalani persidangan dan ditetapkan bersalah, Anas Urbaningrum mengalami beberapa perubahan vonis.
Hal itu beriringan dengan jalan hukum yang ditempuh Anas Urbaningrum melalui banding hingga kasasi.
Vonis pertamanya yaitu delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada September 2014.
Kemudian, tanah Pondok Ali Ma'sum di Krapyak, Yogyakarta seluas 7.870 meter persegi turut disita karena disebut sebagai hasil korupsi.
Atas vonis tersebut, Anas Urbaningrum menempuh banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Oleh PT DKI Jakarta, pada Februari 2015, vonis Anas Urbaningrum berkurang dari delapan tahun penjara, menjadi tujuh tahun.
Tanahnya di Krapyak, Yogyakarta pun dikembalikan karena dinilai untuk kepentingan umat.