Ibrahim merupakan satu anak yang uang tabungannya sekitar Rp 2,2 juta belum dikembalikan pihak SD.
Kini, Ibrahim akan meneruskan sekolahnya di MTS di Kondangjajar dan kebingungan karena belum memiliki seragam sekolah dan baju olahraga di MTS.
Sebelum bersekolah di SD sampai sekarang, Ibrahim selalu diajarkan ibunya untuk selalu berhemat dan belajar menabung.
Karena, Armilah sadar dengan kondisi ekonominya yang berbeda dengan kehidupan keluarga lainnya yang serba berkecukupan.
Armilah bekerja sebagai buruh serabutan dengan upah Rp 40 ribu per hari. Itupun jika ada orang lain yang menyuruhnya bekerja.
Jika ada rejeki dan sisa kebutuhan di dapur, Ia selalu menyisihkan sebagian uang untuk anaknya untuk menabung.
"Hampir setiap hari, anak saya menabung. Nominalnya tidak besar, kalau nabung paling sebesar Rp 5 ribu," ujar Armilah kepada Tribunjabar.id di rumahnya, Jum'at (30/6/2023) pagi.
Baca juga: Gelapkan Uang Tabungan Siswa, Guru di Pangandaran Tak Dapat Bayar Utang dan Minta Bantuan Pemda
Kadang menabung Rp 10 ribu, kalau ada uang pemberian dari saudara dan tetangga yang dekat dengan anaknya.
"Kebetulan, kan kalau disuruh apa saja dia pasti mau," katanya.
Tidak hanya uang pemberian darinya, tapi uang pemberian dari orang lain pun selalu ditabungkan di sekolah dan kadang di simpan di celengan Ibrahim.
"Kalau di celengan sudah dibongkar, uangnya buat kebutuhan biaya kelulusan wisuda. Tapi, kalau di SD sekarang malah belum cair. Padahal, buat beli seragam sekolah," ucap Armilah.
Uang yang belum dikembalikan pihak SD Negeri 2 Kondangjajar, itu hasil menabung Ibrahim sejak kelas 1 sampai kelas 4.
"Kecuali dulu waktu Corona, enggak menabung," ujarnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Kasus Tabungan Diembat Guru, Ada Anak Yatim yang Jadi Korban, Ibunya Buruh Serabutan