TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan buka suara mengenai progres penanganan polemik sengketa lahan di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau.
Luhut mengatakan, kini polemik di Rempang sudah ditangani dengan baik.
"Ya saya kira Rempang sudah ditangani dengan baik sekarang, mungkin awal kita membuat sedikit ketidakpasan, tapi niatnya saya kira semua baik" ungkap Luhut, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (29/9/2023).
"Sekarang tim yang ada di lapangan sudah menangani dengan baik," imbuhnya.
Maka dari itu, Luhut meminta agar polemik di Rempang tidak dibesar-besarkan jika ada kekurangan.
Lantaran, menurutnya wajar di awal membuat kesalahan atau terdapat kekurangan.
"Tidak perlu kita membesar-besarkan kalau ada yang kurang sana-sini kan bisa saja kita awal membuat salah atau kurang, sekarang penanganannya sudah terarah dengan baik," jelasnya.
Baca juga: Pemerintah Tidak Akan Batalkan Proyek Rempang Eco City
Jokowi Dinilai Tak Berpihak kepada Rakyat
Ketua Nasional Coruption Watch (NCW), Hanifa Sutrisna menilai bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak berpihak kepada rakyat terkait polemik di Rempang.
Padahal, kata Hanifa, Jokowi biasanya selalu membela rakyatnya.
"Saya melihat Pak Jokowi kehilangan nalar dan psikologi rakyat bawahnya. Pak Jokowi biasanya selalu membela (Rakyat kecil)," kata Hanifa Sutrisna di kantor NCW, Jakarta Selatan, Rabu (27/9/2023).
"Apakah Pak Jokowi milik rakyat, saya di sini Pak Jokowi masih milik rakyat. Tapi mohon maaf untuk Pulau Rempang, Pak Jokowi tidak memihak ke rakyat," tuturnya.
Kepedulian Presiden Jokowi kepada rakyat kecil juga dianggap menurun sangat dramatis.
"Nalar sosial dan kepedulian Pak Jokowi terhadap rakyat kecil menurut saya hilang di sini. Ini apakah memang Pak Jokowi atau pihak lain yang mendorong hal ini terjadi," kata Hanifa.
"Banyak pemikir di lingkungan beliau yang mungkin informasi yang salah. Sehingga sensitivitas Pak Jokowi untuk periode kedua ini menurunnya sangat drastis," sambungnya.
15 Rekomendasi MUI soal Polemik di Rempang
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan rekomendasi atas kasus di Pulau Rempang tersebut.
Diharapkan,15 rekomendasi yang diterbitkan MUI ini dapat menyelesaikan kasus di Rempang secara baik-baik.
Tentunya, dengan mengacu kepada kepentingan bangsa dan kemaslahatan mastarakat, konstitusi dan pertauran serta karifan lokal.
Berikut selengkapnya 15 rekomendasi dari MUI:
1. MUI menyatakan keprihatinannya yang mendalam atas terjadinya berbagai masalah dalam rencana Pembangunan Rempang Eco Park di Pulau Rempang pada September 2023.
Pembangunan sejatinya harus membahagiakan dan mensejahterakan serta membawa kemaslahatan bagi masyarakat setempat dimana lokasi pembangunan dilakukan
2. Apabila rencana dan pelaksanaan pembangunan mendapat reaksi negatif atau bahkan penolakan dari masyarakat maka hal itu menunjukkan bahwa ada yang kurang tepat atau bermasalah dalam aspek kebijakan, keputusan, regulasi, komunikasi dan sosialisasi, serta model pendekatan yang diterapkan oleh pemerintah.
Apalagi bila pembangunan tersebut akan mengubah posisi dan status tanah dimana masyarakat secara turun temurun telah hidup di atasnya selama beratus-ratus tahun serta menjadikan tanah tersebut sebagai sumber mata pencahariannya.
3. Terkait dengan pertanahan ini, pemerintah wajib: memberi perlindungan hukum terhadap masyarakat yang menghadapi sengketa terhadap hak kepemilikan atas tanah, mendayagunakan untuk kepentingan kemaslahatan yang berkeadilan; dan mencegah terjadinya eksploitasi yang berlebihan
4. MUI mengajak semua pihak agar pelaksanaan investasi yang berdampak pada relokasi pemukiman penduduk harus menjamin terlaksananya amanat konstitusi yang melindungi hajat hidup dan hak asasi manusia serta kesejahteraan rakyat Indonesia sehingga dapat menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat
5. MUI mengimbau pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengedepankan dialog dan musyawarah, menghindari kekerasan, menjamin tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.
6. Konsepsi tujuan pemerintah yang mengutamakan kesejahteraan rakyat.
7. Konstitusi kita juga mengatur penguasaan tanah oleh negara untuk kesejahteraan rakyatnya yang secara tegas dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945.
8. Oleh karena itu, rencana pembangunan di Rempang Eco-City wajib menjamin adanya pengakuan dan penghormatan atas masyarakat hukum adat Rempang beserta hak-hak tradisionalnya terutama keberadaan 16 kampung tua di Rempang-Galang.
9. Warga Pulau Rempang yang mendiami dan menguasai tanah secara fisik di sana sudah 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut bahkan secara turun temurun dengan hukum adat beserta hak-haknya tersebut harus juga mendapatkan perlindungan hukum sebagai pemilik hak atas tanah, sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah khususnya Pasal 24 ayat (2).
10. Keputusan pengembangan Rempang Eco-City yang dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional merupakan bentuk proses pembangunan yang tidak mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya yang dijamin konstitusi.
11. MUI meminta dengan sangat agar Pemerintah menghentikan terlebih dahulu seluruh proses dan tahapan pembangunan Rempang Eco-City sampai tercapainya kesepakatan antara pemerintah dengan perwakilan warga masyarakat Pulau Rempang dan lembaga adat Melayu setempat serta para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya.
12. Untuk itu, MUI mengharapkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BP Batam, dan instansi-instansi terkait lainnya segera dapat menggelar musyawarah dengan perwakilan warga masyarakat, organisasi/lembaga adat Melayu, tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat lainnya di Pulau Rempang.
13. Dalam melakukan komunikasi, dialog dan musyawarah tersebut, MUI mengharapkan pemerintah menerapkan pendekatan humanis, kekeluargaan, dan damai untuk mencari solusi yang komprehensif, berkeadilan dengan tujuan akhir memberikan kemaslahatan, kemajuan dan kesejahteraan warga.
14. MUI mengharapkan pemerintah tidak merelokasi warga Rempang yang telah hidup di sana selama ratusan tahun.
15. MUI mengharapkan kelak apabila pembangunan dilaksanakan maka hendaknya sedapat mungkin menggunakan kemampuan sendiri dan tidak tergantung semuanya kepada investasi dari para investor; penggunaan lahan untuk pembangunan tidak menggusur pemukiman masyarakat dan lahan produktif warga masyarakat Pulau Rempang yang selama ini menjadi sumber hidup mereka.
(Tribunnews.com/Rifqah/Rahmat Fajar/Rina Ayu)