TRIBUNNEWS.COM - Sutradara film Pagi Membunuh Bulan, Ace Raden Desenasuria, menceritakan prosesnya dalam pembuatan film tersebut, Sabtu (28/10/2023) malam.
Film tersebut ditayangkan atas kerja sama Tumurun Museum dengan Sinemaria di lokasi Tumurun Museum, yaitu di Jalan Kebangkitan Nasional, Sriwedari, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Ace menyatakan dalam menciptakan film itu, ia terinspirasi dari puisi-puisi karya penyair sufi asal Persia, Jalaluddin Rumi.
Baca juga: Pemutaran Film Pagi Membunuh Bulan di Tumurun Museum, Upaya untuk Menyebarkan Refleksi
"Aku secara pribadi, terinspirasi dari puisi-puisinya Rumi. Terkadang nulisnya itu sangat dualitas banget," kata Ace Raden Desenasuria dalam acara diskusi pasca-penayangan Pagi Membunuh Bulan, Sabtu.
Selain membaca karya-karya Rumi, ia juga banyak membaca buku-buku Buddhism (Buddha) untuk memaknai dua nilai yang berseteru.
Lalu nama penyair asal Indonesia, yaitu Sapardi Djoko Damono, masuk pula ke dalam daftar bacaan sutradara lulusan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu.
Ace lalu menyinggung puisi Sapardi yang berjudul 'Aku Ingin'.
Ia menyatakan, filmnya ingin menceritakan bahwa di dunia ini tak ada suatu nilai yang absolut, ketika seseorang menemui rasa sakit, ia akan bertemu dengan jalan penyembuhan.
"Soal dualitas sendiri, waktu nulis ini secara kreatif, saya banyak baca dari buku-buku Buddhism. Terus puisinya Sapardi Djoko Damono, misalnya," jelas Ace.
Sebagai informasi, Pagi Membunuh Bulan merupakan sebuah film berdurasi 40 menit yang dirilis tahun 2023 di museumacan, Jakarta.
Film karya Ace ini menceritakan kehidupan tokoh yang bernama Surya.
Surya terjebak dalam bayang-bayang kehidupan masa lalu atau rasa sakit selama lima tahun terakhir bersama sosok yang bernama Stephanie.
Selama lima tahun itu, kehidupan Surya tak pernah baik-baik saja.
Perasaan kehilangan terhadap Stephanie itu kemudian ia tuangkan dalam sebuah buku, yang secara tak sengaja ditemukan tokoh lain bernama Maira.