TRIBUNNEWS.COM - Sesar aktif yang jadi pemicu gempa bumi di Kabupaten Sumedang berhasil dipetakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Sesar tersebut ternayta melintasan kawasan perkotaan Sumedang dari utara ke selatan.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.
Ia mengatakan, setelah memperhatikan sebaran gempa bumi susulan, tatanan tektonik, dan analisis mekanisme sumbernya, gempa bumi tersebut disebabkan oleh sesar aktif yang melewati Kota Sumedang.
"Yang semula belum terpetakan, untuk selanjutnya sesuai analisis data seismisitas BMKG disebut Sesar Sumedang," kata Dwikorita melalui siaran digital, Senin (8/1/2024).
Ia mengatakan, analisis ini mereka lakukan dengan memperhatikan lokasi episenter gempa, kedalaman hiposenter, dan mekanisme sumbernya.
Gempa akhir tahun lalu di Sumedang yang berlanjut dengan gempa susulan hingga beberapa hari kemudian adalah gempabumi kerak dangkal akibat aktivitas sesar aktif, dengan mekanisme sumber merupakan kombinasi antara pergerakan mendatar dan naik, berarah cenderung utara-selatan.
Ada 20 kali gempa sejak akhir tahun lalu hingga Senin.
"Itu semua dapat terukur sehingga akhirnya bisa teridentifikasi patahan atau sesar apa yang menyebabkan gempa. Dengan identifikasi adanya Sesar Sumedang ini diharapkan, dan kami sudah berkoordinasi dengan Bupati Sumedang, sangat positif, untuk segera menyempurnakan tata ruang wilayah di Kabupaten Sumedang dan menyempurnakan aturan standar bangunan tahan gempa," katanya.
Pihaknya bersama Pemkab Sumedang segera memperkuat edukasi kebencanaan.
Fakta yang ada, ujarnya, bukan untuk ditutupi atau dihindari, tetapi justru yang dihindari adalah bencananya atau risikonya.
Baca juga: Ahli Kegempaan ITB Duga Gempa Sumedang Terpicu oleh Pergerakan Sesar Aktif
Pemkab Sumedang, ujar Dwikorita, perlu melakukan evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang dengan mempertimbangkan peta zona bahaya gempa bumi serta pelamparan sesar aktif, Sesar Sumedang.
Kemudian meminta evaluasi dan penerapan building code atau aturan standar bangunan tahan gempa berdasarkan peta mikrozonasi berbasis peak ground acceleration (PGA).
Hal lain yang juga penting, tegas Dwikorita, adalah edukasi dan sosialisasi kebencanaan yang berkesinambungan, terkait potensi bencana gempa bumi, maupun bahaya ikutannya, serta potensi bencana hidrometeorologi. Dalam hal itu BMKG siap untuk terus mendukung program edukasi tersebut.