Akan tetapi hal itu menimbulkan persoalan baru.
“Setelah itu kan saya balik jualan, tapi setiap habis telepon Zilquin malah dianya sakit, mungkin kangen atau apa, jadi saya berfikir buat apa kerja jauh-jauh tapi anak malah sakit di rumah, gak ada gunanya juga” kata dia.
Wahyono memutuskan kembali ke Tawangmangu agar bisa dekat dengan anak sembari memutar otak mencari strategi agar tetap bisa berjualan bunga hias.
KUR BRI jadi modal awal
Awal 2016 Wahyono memberanikan diri mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) BRI di BRI Tawangmangu dengan nilai Rp 50 juta.
“Saya agak modal nekat pinjam ke BRI buat beli mobil, dapat pinjaman Rp 20 juta, dan tambah tabungan saya, akhirnya 2016 itu kebeli mobil pikap,” kata dia.
Wahyono mengatakan di tahun 2016, proses mengajukan KUR BRI prosesnya mudah.
Pencairan dana juga terhitung cepat dan dapat ia gunakan segera untuk modal usaha.
“Syaratnya seingat saya nggak begitu banyak, ada juga dari BRI yang ke kebun buat foto-foto, beberapa hari kemudian cair Rp 20 juta itu,” kenang dia.
Dengan adanya mobil pikap, Wahyono bisa berjualan anggrek dengan lebih mudah dan menjangkau banyak tempat dengan lebih cepat.
“Yang terpenting bisa dekat dengan anak, karena kalau pakai mobil kan bisa pulang sewaktu-waktu,” ujar pria 34 tahun ini.
Pinjaman KUR BRI pada 2016 itu menjadi titik balik dan mengubah perjalanan Anggrek Zilquin.
“ Karena mobilitas bisa tinggi dan daya angkut bisa banyak, dalam 4 bulan itu pinjaman 20 juta sudah bisa saya lunasi sebelum waktunya,” kata Wahyono.
Ia lalu mengajukan pinjaman lagi untuk memperbesar usaha anggreknya.