Untuk itu, ia mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) untuk mengeluarkan kebijakan melarang sekolah menyelenggarakan kegiatan study tour.
Sementara itu, Executive Director Center for Education Regulations & Developent Analysis (CERDAS), Indra Charismiadji, menilai bahwa kegiatan study tour tak dapat dilihat secara hitam-putih, alias sebatas benar dan salah.
Meski begitu, Indra mengakui bahwa kegiatan tersebut berpotensi dimanfaatkan orang-orang tak bertanggung jawab untuk menggali keuntungan komersial.
"Ada yang memang untuk kepentingan oknum-oknum pejabat sekolah, kepentingan komersial, nyari duit. Kalau itu saya tolak," ujarnya.
Tak hanya demi keuntungan pribadi saja, kegiatan seperti itu biasa dilakukan untuk menutupi anggaran sekolah yang kurang.
Hal tersebut layaknya tambal sulam anggaran untuk operasional sekolah.
Padahal, orang tua murid kerap diberatkan dengan kegiatan yang harus dibayarkan ke sekolah.
"Banyak sekarang sekolah, termasuk sekolah negeri, itu mengadakan study tour tujuannya adalah dari sisi komersial, buat cari duit,"
"Dan itu sering memberatkan orang tua. Entah untuk nutupi anggaran-anggaran yang enggak ketutup, banyak kegiatan yang enggak bisa dibayarkan," ujar Indra.
Dengan kegiatan study tour yang dibuat dengan tujuan komersil, maka pihak sekolah pasti akan mencari harga vendor termurah untuk menunjang kegiatan tersebut.
Baca juga: Kecelakaan Maut Bus di Subang, Indonesia Dinilai Darurat Keselamatan Lalu Lintas dan Transportasi
Pada akhirnya, harga murah harus dibayar dengan risiko keselamatan yang yang mesti ditanggung.
"Bisa jadi kalau hubungannya dengan SMK ini (Lingga Kencana Depok) ya nyari kendaraan yang paling murah, yang kualitasnya dipertanyakan,"
"Akhirnya kan dapat yang paling murah, tapi remnya blong, akhirnya nyawa hilang. Saya bukan menuduh, tapi itu kan salah satu hal yang mungkin terjadi," katanya.
Meski begitu, ia tak lantas membuat study tour harus sepenuhnya ditiadakan.