TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapa sangka, seorang mantan Jenderal di Polri kini jadi kuasa hukum Abdul Pasren di kasus Vina Cirebon.
Abdul Pasren merupakan ketua RT saat kasus pembunuhan Vina dan Eky terjadi di 2016 silam.
Banyaknya desakan hingga unjuk rasa dari pihak terpidana kasus Vina Cirebon yang mencarinya, membuat Abdul Pasren sempat memilih untuk sembunyi.
Kini, Pak RT Abdul Pasren dan putranya, Kahfi dibela mantan Jenderal di Polri, yakni Brigjen Pol (Purn) Siswandi.
Siswandi jadi satu di antara anggota tim kuasa hukum Abdul Pasren.
Sempat menghilang, Siswandi memastikan Abdul Pasren dan putranya dalam kondisi sehat.
Brigjen Pol (Purn) Siswandi juga tampak hadir bersama timnya, Pitra Romadoni Nasution dalam konferensi pers yang diadakan di Cirebon pada Senin (1/7/2024).
"Saya ingin menyampaikan bahwa Pak Pasren dan anaknya, Kahfi, dalam kondisi sehat," ujar Siswandi saat konferensi pers, dilansir dari Tribunjabar.com, Senin (1/7/2024).
Siswandi juga menunjukkan foto yang diambil pada 25 Juni 2024, saat Pasren dan Kahfi menandatangani surat kuasa, sebagai bukti bahwa keduanya dalam keadaan baik.
Menurutnya, Pasren tetap konsisten dengan keterangannya yang menegaskan bahwa pada 27 Agustus 2016, lima terpidana tidak berada di rumahnya saat peristiwa kematian Vina dan Eki.
"Lima terpidana tidak tidur di rumahnya," ucapnya.
Baca juga: Otto Hasibuan Pengacara Kasus Kopi Sianida Heran dengan Nasib Mujurnya Anak Pak RT di Kasus Vina
Seperti diketahui, Abdul Pasren, sosok ketua RT di kasus Vina Cirebon akhirnya dilaporkan ke polisi.
Ia dilaporkan karena diduga telah membuat keterangan palsu.
Diketahui, Abdul Pasren adalah Ketua RT 2 RW 10, Kelurahan Karyamulya, Kecamatan Kesambi, Kota Cirebon saat kasus pembunuhan Vina terjadi.
Adapun, laporan terhadap Abdul Pasren itu teregister dengan nomor LP/B/208/VI/2024/SPKT/BARESKRIM, tertanggal 25 Juni 2024 atas pelapor perwakilan keluarga terpidana, Aminah.
Pitra Romadoni Nasution menjelaskan bahwa Pasren dalam kasus Vina ini tidak melarikan diri.
Tetapi hanya ingin suasana yang aman dan nyaman dari perilaku intimidasi.
"Jadi, saya luruskan di sini, bukan berarti klien kami ini melarikan diri atau menghilang, tidak sama sekali," kata Pitra kepada wartawan,
"Karena dia ingin suasana yang aman, nyaman dari perilaku intimidasi, perbuatan buli, ancaman, dan lain-lain," lanjutnya.
Pitra menjelaskan bahwa kliennya itu merasa diintimidasi dalam perkara kasus Vina Cirebon ini.
Intimidasi yang dialami Pasren ini dibuktikan dengan adanya aksi unjuk rasa pada malam hari.
"Di mana, sebelum kami pegang ini, banyaknya intimidasi yang dialami Pasren dan keluarga yang dibuktikan dengan adanya aksi unjuk rasa pada malam hari."
"Padahal, apakah unjuk rasa yang dilakukan malam hari itu hal wajar?" jelas kata Pitra.
Ia juga menyoroti adanya bukti para warga yang membawa poster bertuliskan 'Dicari RT Pasren' selama aksi tersebut.
"Seperti contoh adanya bukti para warga unjuk rasa dengan membawa berbagai poster bertuliskan 'dicari RT Pasren'."
Sehingga kliennya sulit hidup tenang kalau terus-terusan seperti ini.
Pitra menilai bahwa tindakan unjuk rasa pada malam hari itu tidak mencerminkan warga negara yang taat hukum dan justru mengarah pada persekusi dan intimidasi.
"Pendapat kami, bahwasanya tindakan pada malam hari yang membentangkan poster yang bertuliskan 'cari Pak Pasren', itu merupakan perbuatan persekusi dan itu adalah intimidasi. Sehingga, klien kami merasa ketakutan dan tidak nyaman," ujarnya.
Dengan adanya situasi ini, Pitra berharap ada kepastian hukum yang memastikan Abdul Pasren dapat merasa aman dan tidak terganggu oleh pihak-pihak yang ingin menyerangnya.
Menurutnya, setelah melakukan koordinasi dan wawancara dengan kliennya, ditemukan bahwa Abdul Pasren dan Kahfi tetap konsisten dengan keterangan yang diberikan di muka persidangan Pengadilan Negeri Cirebon di bawah sumpah.
"Setelah kami wawancara, ternyata Abdul Pasren dan Kahfi konsisten kepada keterangannya dan tidak berubah-ubah sesuai dengan apa yang ia alami, rasakan dan lihat," ucapnya.
Reaksi Pak RT Dilaporkan ke Mabes Polri
Keluarga tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky bersama Dedi Mulyadi dan kuasa hukum sebelum mendatangi Mabes Polri pada Selasa (25/6/2024).
Mereka ingin melaporkan Abdul Pasren, mantan Ketua RT di lingkungannya terkait kesaksian palsu yang dibikinnya di dalam BAP.
Pihaknya menyatakan bahwa laporan yang dilakukan oleh keluarga terpidana merupakan upaya hukum yang sah untuk mengajukan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
"Rekan-rekan sekalian, mengenai Pak Pasren dan Kahfi yang dilaporkan oleh keluarga terpidana, kami menilai itu hanyalah upaya hukum keluarga terpidana untuk membuat novum dalam mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung." ujar Pitra Romadoni Nasution.
"Itu gak ada masalah, sah-sah saja."
"Silakan buat laporan polisi dan itu adalah konstitusional yang dijamin oleh undang-undang," ujar Pitra saat menggelar konferensi pers di wilayah Cirebon, Senin (1/7/2024).
Baca juga: Warga Bela Pegi Pasang Spanduk Pak RT Ayo Jujur RT Abdul Pasren dan Anaknya Malah Kabur Bawa Koper
Namun, Pitra menegaskan bahwa laporan tersebut tidak dapat dijadikan novum jika tuduhan terhadap Abdul Pasren tidak terbukti.
"Tapi ingat, jangan laporan ke polisi ini dijadikan novum, tapi kenyataannya Pak Pasren ini tidak memberikan keterangan palsu, sebagaimana yang dituduhkan oleh mereka," ucapnya.
Sehingga, lebih lanjut Pitra menjelaskan, konsekuensi hukum yang dapat dihadapi oleh pelapor jika laporan mereka dihentikan oleh kepolisian atau terbukti tidak cukup bukti.
"Maka, konsekuensi hukumnya akan berdampak kepada pelapor."
"Apabila laporan tersebut dihentikan oleh kepolisian atau tidak cukup bukti atau bukanlah tindak pidana, ingat konsekuensinya telah diatur di dalam kitab hukum pidana sebagaimana disebutkan dengan laporan palsu atau fitnah dan pencemaran nama baik," jelas dia.
Ketua RT Abdul Pasren, bersikukuh dengan apa yang diyakininya tentang malam kejadian tewasnya Vina dan Eky di Cirebon pada tahun 2016 silam.
Pendirian Pasren tak goyah melawan kesaksian dari sejumlah warga yang mengeklaim melihat anak-anak terpidana tidur di rumah kosong miliknya saat malam minggu tanggal 27 Agustus 2016.
Baca juga: Dedi Mulyadi di Pusaran Kasus Vina hingga Sarankan Ayah Pegi Jalani Ritual Selama Praperadilan
Abdul Pasren pada kesaksiannya di putusan Mahkaman Agung mengaku diminta untuk membebaskan para terpidana.
Bahkan Pasren mengaku diminta untuk mengarang cerita agar membantu meringankan pada terdakwa yang saat ini sudah jadi terpidana.
Keluarga para terpidana ini pun telah dipanggil dan di-BAP oleh Polda Jawa Barat.
Mereka di-BAP atas dasar dugaan penyuapan yang dilakukan pada tahun 2016.
"Pak RT Pasren sampai sekarang masih tetap kekeh dengan pendapatnya, dengan kesaksiannya, dengan keterangannya di tahun 2016," tambahnya.
Pihak keluarga terpidana yang geram pun akhirnya melaporkan balik Abdul Pasren ke Mabes Polri.
Dedi Mulyadi kutuk kebohongan Pak RT
Keluarga terpidana kasus Vina Cirebon, yakni Supriyanto, Jaya, Eka Sandi, Hadi Saputra, dan, Eko Ramadhani, membongkar kebohongan Ketua RT Abdul Pasren.
Mulanya Kakak Supriyanto bercerita sesaat adiknya dan keempat temannya ditangkap, pihak keluarga mendatangi rumah Pasren.
Kala itu mereka memohon kepada Pasren untuk mengatakan sejujurnya kepada polisi, yakni kelima terpidana yang berprofesi sebagai kuli bangunan tersebut tidur di rumah anak sang ketua RT di malam tewasnya Vina dan Eky, di Agustus 2016.
"Di 2016, kita semua nemuin Pak RT," ucap Kakak Supriyanto dikutip TribunJakart.com dari YouTube Dedi Mulyadi, pada Minggu (23/6/2024).
"Saat itu belum ada pengacara, abis magrib, ada Pak RTnya Abdul Pasren,"
"Diterimanya di teras," imbuhnya.
Baca juga: Setelah Disebut Sesat oleh Susno Duadji, Kini TPF Vina Bentukan Elza Syarief Disebut Cari Panggung
Sore itu, Kakak Supriyanto mengaku bersimpuh di lantai seraya mengantupkan kedua tangannya memohon kepada Pasren yang duduk di atas kursi.
Mengingat momen tersebut Kakak Supriyanto langsung berderai air mata.
"Pak Punten kami dari keluarga, mohon bapak jujur aja," ucap Kakak Supriyanto kala itu.
"Karena keterangan dari anaknya mereka tidur di sini,"
"Kami keluarga memohon sambil nangis," imbuhnya.
Namun bukannya iba, Pasren tetap kekeh dan ogah mengakui kalau kelima terpidana kasus Vina Cirebon tidur di rumahnya di malam kejadian.
"Tidak bisa, tidak bisa, bukan urusan saya, itu urusannya polisi," kata Pasren.
Dengan hati yang hancur, akhirnya keluarga ke-5 terpidana meninggalkan rumah Pasren.
"Terus kita pulang," ujar Kakak Supriyanto.
Keluarga terpidana kasus Vina Cirebon, juga membantah pengakuan Pasren yang menyebut mereka memberikan amplop agar dirinya memberikan keterangan palsu.
Menurut Kakak Supriyanto kenyataanya mereka malah meminta Pasren untuk berbicara jujur.
"Saya enggak nawarin duit, demi Allah," ucap Kakak Supriyanto.
Dedi Mulyadi lalu menanyakan kepada keluarga terpidana keluarga Vina Cirebon, apakah mereka siap melaporkan Pasren ke Mabes Polri.
"Ibu kan sudah difitnah oleh pasren, ibu siap untuk lapor ke Mabes Polri?" tanya Dedi Mulyadi.
"Siap," jawab Kakak Supriyanto.
Baca juga: Sosok Elza Syarief Ketua Tim Pencari Fakta Kasus Vina Cirebon yang Bikin Susno Duadji Naik Darah
Di mata Dedi Mulyadi, Pasren sudah sangat keterlaluan.
Pasalnya karena Pasren ogah berkata jujur, kelimat terpidana yang dipercaya tak terlibat pembunuhan Vina dan Eky, kini harus dihukum penjara seumur hidup.
"Ini sudah keterlaluan, nyelamatin diri mengorban kan orang banyak, menyebarkan fitnah, nah ini kan biadab," ucap Dedi Mulyadi.
Seperti diketahui, Vina dan Eki merupakan korban pengeroyokan geng motor. Keduanya ditemukan di Jembatan Talun, Kabupaten Cirebon, 27 Agustus 2016.
Dari kasus ini, Tujuh orang sudah diadili dan dijatuhi hukuman seumur hidup penjara.
Sementara, Saka Tatal satu dari terpidana itu sudah bebas dari penjara, karena saat itu masih dibawah umur.
Terbaru, Polisi menangkap Pegi Setiawan sebagai diduga pelaku yang berstatus DPO selama 8 tahun.
Artikel ini telah tayang di TribunSumsel.com dengan judul Eks Jenderal Turun Tangan Bela Abdul Pasren Pak RT yang Dicari Dalam Kasus Vina Cirebon,