Haryono menyebut proyek pembangunan travelator ini dikerjakan bersamaan dengan pembangunan pasar oleh PT Relis Sapindo Utama.
Total anggaran mencapai Rp 50 miliar, dan khusus travelator sekitar Rp 4 Miliar.
Ia pun turut menyayangkan karena travelator sudah rusak parah, dan membutuhkan anggaran besar untuk perbaikan.
"Sekali perbaikan bisa menghabiskan sekitar Rp 50 juta, sedangkan biaya listrik per bulan mencapai Rp 20 juta atau sekitar Rp 750 ribu per hari. Dengan operasional dari pagi hingga pukul 16:00. Ini tidak sebanding dengan retribusi yang diperoleh pasar hanya mencapai sekitar Rp 800 juta per tahun," tambahnya.
Haryono mengakui bahwa travelator di Pasar Tumenggungan seharusnya menjadi daya tarik bagi pengunjung.
Namun karena tidak berfungsi sehingga menyebabkan menururnya pengunjung pasar.
"Travelator ini sebenarnya kan untuk memudahkan pengunjung untuk naik ke lantai atas tanpa merasa capek. Namun, sejak tidak berfungsi, banyak pengunjung yang enggan naik ke lantai dua, mengakibatkan penurunan jumlah pembeli dan beberapa kios tutup," jelasnya.
Dengan kerusakan travelator ini, pihaknya mengaku ada beberapa pedagang yang mengadu ke Disperindag KUKM akibat sepinya pembeli.
Ini karena menurunya minat masyarakat datang ke pasar khususnya lantai dua.
"Sepinya pengunjung lantai dua salah satunya disebabkan oleh tidak berfungsinya travelator. Padahal, banyak toko baju di lantai atas yang terpengaruh karena mengeluh sepinya penjualan," ujarnya.