Pengelola Petra memutuskan untuk melaporkan perkara dengan RW itu ke DPRD Surabaya. Lalu, anggota dewan memintanya membuat rekayasa lalu lintas dibantu Dinas Perhubungan (Dishub).
"Dishub melakukan kajian lalu lintas di Jalan Menur Pumpungan, Jalan Manyar Airdes, Jalan Manyar Tirto Yoso, Jalan Manyar Tirto Asri, Jalan Manyar Tirto Mulyo, keluar masuk Petra atau titik macetnya," ucapnya.
Akan tetapi, pihak RW merespons pertemuan tersebut dengan membuat video yang memperlihatkan kemacetan.
Menurut Christin, warga menggambarkan kepadatan kendaraan disebabkan oleh Petra.
Lebih lanjut, Christin berharap para RW bisa bertemu kembali dengan Petra untuk membahas perkara ini. Pihak sekolah akan menempuh jalur hukum jika tidak ada iktikad baik dari warga.
"Kita enggak muluk-muluk, maunya tetap ada komunikasi dengan RW karena masih tinggal di wilayah yang sama. Kalau nanti terus seperti ini, (akses) ditutup, terpaksa ambil jalur hukum," katanya.
Penjelasan Wakil Wali Kota
Menurut Wakil Wali Kota Surabaya Armuji, permasalahan tersebut bermula saat pihak sekolah SMP di Jalan Manyar Tirtomulyo, Mulyorejo, itu melaporkan terkait iuran warga setempat.
Pihak sekolah merasa keberatan karena harus membayar iuran masing-masing Rp 35 juta ke empat RW yang ada di dekat bangunan.
Sebab, uang dengan total Rp 140 juta tersebut dinilai terlalu besar.
"Awalnya (iuranya) Rp 25 juta, naik Rp 32 juta itu sekolah masih mau bayar. Dinaikin lagi jadi Rp 35 juta sekolah enggak mau, keberatan," kata Armuji, ketika dihuhungi melalui telepon, Rabu (31/7/2024).
Wakil Wali Kota Surabaya Armuji menjelaskan, warga yang menutup satu-satunya akses jalan untuk guru dan murid itu ke sekolah merasa keberadaan sekolah tersebut membuat kemacetan.
Selain itu, pengelola SMP itu enggan menaikkan iuran yang diminta para RW.
"Tindak lanjut laporan warga terkait permasalahan antara warga dengan sekolah SMP di Manyar Tirtomulyo."