TRIBUNNEWS.COM , YOGYAKARTA - Kontroversi keberadaan chattra atau ornament payung di stupa Candi Borobudur terjadi sejak berpuluh atau bahkan satu abad lalu.
Dimulai saat Theodore van Erp memugar Candi Borobudur atas perintah pemerintah Hindia Belanda pada 1907.
Ia menemukan fragmen-fragmen batu, lalu merekonstruksi atas imajinasinya bahwa itu chattra, dan lalu memasangnya di stupa induk Borobudur.
Tapi setelah pemugaran Borobudur berakhir, van Erp justru menurunkan kembali chattra yang sudah terpasang karena ia ragu atas keaslian dan kebenarannya.
Baca juga: Chattra Borobudur Tinggalan van Erp Dibongkar dan Akan Dipasang di Puncak Candi
Baca juga: Chatra Borobudur akan Dipasang, Umat Buddha Sambut Gembira
Kisah Borobudur masa modern dimulai saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Thomas Stamford Raffles pada 1814 berkunjung ke Semarang.
Saat itu ia mendengar dan menerima laporan keberadaan bukit dan bangunan besar yang terkubur tanah di Magelang.
Ia lantas mengutus Ir HC Cornelius, insinyur Belanda yang berpengalaman tentang kepurbakalaan Jawa, untuk memeriksa dan langsung melakukan pembersihan.
Sekira 200 orang Jawa dikerahkan, dan terbukalah sebuah bangunan maharaksasa di desa Bumi Segoro itu.
Inilah awal terkuaknya kembali candi besar bercorak Budhist yang terkubur ratusan tahun setelah surutnya kekuasaan Mataram Kuno di Jawa bagian tengah.
Momentum ini membuat Raffles dikenal sebagai tokoh yang menemukan kembali Borobudur, sekaligus memulai pemugaran di era awal modern Jawa.
Berselang 83 tahun kemudian, Theodore van Erp, mantan tentara yang menekuni arkeologi, pada 1907 mendapat tugas pemerintah Hindia Belanda untuk merestorasi Borobudur.
Ia sebelumnya sudah berpengalaman penyelamatan dan pemeliharaan Candi Prambanan dan Candi Sewu pada 1902-1903.
Tugas restorasi Borobudur dilaksanakan van Erp dari 1907 hingga 1911, yang menghasilkan penampakan candi itu seperti yang sekarang bisa dilihat masyarakat.
Van Erp dilahirkan di Ambon 26 Maret 1874, lalu masuk dinas kemiliteran dan ikut berperang di Aceh sebelum ditugaskan di pusat militer di Magelang.