Dalam penangguhan penahanan ini, ada tiga syarat yang harus dipatuhi oleh Supriyani yaitu tidak melarikan diri, tak menghilangkan barang bukti, dan sanggup menghadiri setiap persidangan.
Sementara, saat keluar dari rutan, Supriyani langsung disambut tangis oleh keraba dan rekan-rekannya yang sudah menunggu di luar pintu rutan.
Mereka pun menangis histeris saat Supriyani keluar dari rutan.
"Ya Allah, ya Allah, ya Allah," teriak seorang perempuan.
Sosok yang mengenakan seragam Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) itu langsung memeluknya sembari menangis.
Supriyani juga tampak tidak bisa menahan tangisnya ketika keluar dari rutan.
Selain rekan sejawat, suami Supriyani pun turut ikut menjemputnya bersama anggota lembaga bantuan hukum (LBH) Himpunan Advokat Muda Indonesia (HAMI) yang mendampinginya.
Kuasa Hukum Supriyani Temukan Kejanggalan, Polda Duga Ada Pelanggaran Prosedur
Sementara itu, kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan, menuturkan adanya kejanggalan dalam kasus ini.
Andri mencontohkan dakwaan jaksa yang tidak sesuai.
"Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), korban dipukul menggunakan sapu sebanyak satu kali, saat dicocokan dengan bekas luka korban rasa-rasanya janggal sekali," tuturnya.
Kejanggalan lain yang ditemukan oleh Andri adalah terkait luka tubuh pada korban yang dalam keadaan melepuh.
Padahal, berdasarkan penyidikan, luka yang dialami anak Aipda WH karena luka pukulan sapu.
Selain itu, Andri menuturkan Supriyani merupakan wali kelas 1B dan korban adalah siswa kelas 1A sehingga korban bukanlah anak perwalian kliennya.
Kemudian, dalam dakwaan, waktu kejadian pemukulan disebut terjadi pada pukul 10.00 WITA.