Sudah tujuh tahun ini, Dini yang kini berusia 28 tahun menjadi pelayan kesehatan bagi masyarakat Desa Uzuzozo.
Kehadirannya ke desa tersebut rupanya hasil inisiatif dari sang kepala desa yang kala itu dijabat Damianus Nangge.
Damianus menawarkan agar Dini mau berkarya menjadi bidan desa pertama di Uzuzozo.
Selama ini, desa berpenduduk 366 jiwa itu belum memiliki tenaga kesehatan karena tak pernah ada orang yang mau mengabdi di sana.
Tak butuh waktu lama bagi lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) Surabaya jurusan D3 Kebidanan itu untuk mengiyakan tawaran tersebut.
Yang ada di pikirannya saat itu, ia perlu mencari pengalaman sebagai seorang lulusan baru. Selain itu, lokasi Desa Uzuzozo tak jauh dari kampung halamannya di Desa Kekandere karena masih satu kecamatan.
"Sebagai anak kampung sana lah ya sekaligus cari pengalaman, jadi saya menerima tawaran bapak kepala desa," ujar Dini.
Seekor anjing pun diberikan kepadanya sebagai tanda jadi sekaligus pengikat atas kesepakatan tersebut.
"Pertama kali digaji seekor anjing untuk DP biar betah di desa," kata Dini.
Setibanya di Desa Uzuzozo, Dini yang berstatus sebagai tenaga kesehatan honorer menemui sejumlah masalah kesehatan ibu dan anak yang mendesak untuk segera diselesaikan.
Ia mengungkapkan, banyak ibu hamil yang enggan memeriksakan kehamilannya ke fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan.
"Karena puskesmas sangat jauh, butuh waktu dan biaya untuk ke sana," kisahnya.
Belum lagi adanya kepercayaan masyarakat yang sebaiknya tidak memberitahukan kabar kehamilan pada banyak orang. Cukup suami dan istri saja yang tahu.
"Rasanya sulit sekali menemukan ibu hamil yang mau mengaku bahwa dirinya hamil," tambah Dini.