Laporan Wartawan TribunLombok.com, Andi Hujaidin
TRIBUNNEWS.COM, MATARAM - Polda Nusa Tenggara Barat menetapkan pria disabilitas yang tidak memiliki dua tangan diduga pelaku pelecehan seksual terhadap dua mahasiswi sebagai tersangka.
Dirreskrimum Polda NTB Kombes Pol Syarif Hidayat mengatakan, pelaku inisial AB (21) masih belum ditahan karena kooperatif.
Dari hasil pemeriksaan, tersangka mengaku melakukan perbuatan tak senonoh itu lantaran kesal dan dendam.
"Pelaku kemudian melakukan tindakan menyetubuhi," kata Syarif, Minggu (1/12/2024).
Syarif menjelaskan, pelaku memanfaatkan kondisinya untuk membuat alibi sehingga timbul opini tidak mungkin disabilitas melakukan kekerasan seksual," imbuhnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan psikologi, AB dinyatakan terpengaruh minuman keras dan melakukan rudapaksa untuk balas dendam atas bullying yang diterimanya.
Pelaku dijerat dengan UU 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman 12 tahun penjara serta denda Rp300 juta.
Baca juga: Pria Tanpa 2 Tangan Tersangka Rudapaksa di NTB Ngaku Dijebak: Saya Diam, Takut, Malu
Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reserse Kriminal Umum Polda NTB AKBP Ni Made Pujawati menerangkan kekerasan seksual yang dilakukan Agus Buntung bukan dengan fisik.
"Dia menggerakkan seseorang untuk mau melakukan tindakan yang dia kehendaki sehingga orang kemudian tergerak
. Ada unsur menekan suatu kondisi merasa takut sehingga tidak kuasa untuk menolak keinginan tersangka," katanya.
Penetapan tersangka terhadap Agus pun sudah melewati sejumlah rangkaian.
Polisi juga sudah meminta keterangan ahli.
"Pemeriksaan saksi-saksi, kita sudah menghadirkan ahli, berdasarkan kesaksian ahli meningkatan status dari saksi menjadi tersangka," jelasnya.
Pengakuan Korban
Mahasiswi korban kekerasan seksual pria difabel, mengungkapkan perbuatan tersangka, I Wayan Agus Suartama (21), kepada dirinya.
Melalui pendampingnya, Ade Lativa Fitri, korban mengungkapkan, pelaku dan korban merupakan dua orang yang sebelumnya tidak pernah saling bertemu.
"Jadi benar-benar (baru pertama kali) bertemu di Taman Udayana, si korban sedang nongkrong-nongkrong mencari udara segar, tiba-tiba dihampiri si pelaku ini," tutur Ade, pada Tribun Lombok via telepon, Minggu (1/12/2024).
Ia menuturkan, pada saat awal bertemu semua berjalan normal.
Tersangka mengajak si korban berkenalan dan mengajak ngobrol. Kemudian menanyakan tentang identitas korban.
"Tapi kemudian ada satu momen, dimana si pelaku ini dengan sengaja mengarahkan korban agar melihat ke satu arah, ke arah utara dari tempat duduk korban. Dimana di arah utara itu ternyata ada sepasang kekasih yang sedang melakukan aktivitas seksual," tutur Ade, dari Komunitas Senyumpuan yang mendampingi korban.
Tersangka dengan sengaja menunjukkan sepasang kekasih sedang melakukan aktivitas seksual di ruang publik, Taman Udayana, sehingga korban menjadi kaget.
Baca juga: Kisah Mahasiswa Tanpa Tangan, Agus Buntung Jadi Tersangka Rudapaksa 2 Wanita di Home Stay Mataram
"Akhirnya korban ketakutan dan dia menangis. Nangisnya korban itu kemudian dijadikan sebagai cara si pelaku untuk membawa korban berpindah tempat. Jadi yang awalnya ngobrol di bagian depan (jogging track) di pinggir jalan banget, akhirnya diajak pindah ke belakang yang sepi tidak ada orang, tidak ada cctv," tuturnya.
Dalam perjalanan ke bagian belakang, tersangka mulai menanyakan hubungan korban dengan mantan-mantannya.
"Kamu pernah ya melakukan ini, makanya kamu nangis ya, bla..bla..gitu," kata Ade, menirukan perkataan tersangka untuk mengintimidasi korban.
Artinya, tersangka saat ini mengulik personal si korban. Baru kemudian si korban mulai merasa sedang dicari tahu kelemahannya dan sedikit teritimidasi. Tersangka rupanya sudah tahu banyak tentang hubungan dirinya dengan mantan-mantannya.
"Sampai akhirnya si pelaku (tersangka) bilang ke korban, kamu harus mensucikan diri dari dosa-dosamu di masa lalu dengan cara kamu harus mandi bersih," ungkap Ade, dari pengakuan korban.
Korban saat itu sempat menolak untuk melakukan ajakan mandi bersih.
Tetapi tersangka, pria difabel mengancam korban. Dia akan menyebarkan aib korban kepada semua orang.
"Dia (tersangka) bilang, kamu itu sudah terikat sekarang sama saya, saya sudah tahu segala hal tentang kamu, saya akan laporkan semua itu ke orang tuamu," ungkapnya.
Korban saat itu dalam kondisi tidak stabil pikirannya tambah ketakutan sehingga korban terpaksa mengikuti permintaan pelaku.
"Akhirnya korban yang sedang dalam kondisi banyak pikiran merasa ketakutan dengan ancaman pelaku, akhirnya mengiyakan ajak pelaku dibawa ke homestay dengan dalih untuk membersihkan diri," ungkapnya.
Korban mengakui homestay tersebut dibayar sendiri oleh korban.
Tapi saat itu dia dalam kondisi terancam dan disuruh oleh tersangka.
"Bukan secara sukarela memberi uang untuk membayar homestay, korban mengaku ketakutan, karena jika kabur korban pasti dikejar karena ada interaksi pemilik homestay dengan si pelaku," ujar Ade.
Akhirnya di homestay tersebut, tersangka melancarkan aksinya merudapaksa korban yang saat itu dalam kondisi tertekan dan terancam.
Ade Lativa juga mengungkapkan, korban saat itu dalam posisi tidak bisa berbuat apa-apa karena secara psikologis tertekan bahkan sampai saat ini korban masih menyalahkan dirinya.
Lebih parahnya lagi, korban yang melapor saat ini justru kembali menjadi sasaran karena dianggap dia yang bersalah apalagi sangat sulit melawan logika publik, dimana seorang disabilitas tidak bisa melakukan kejahatan seksual.
Korban, kata Ade, sampai menutup akun mendia sosialnya karena tidak ingin mendengar hal-hal yang akan membuatnya semakin disalahkan.
"Korban saat ini hanya ingin ada orang yang percaya sama dirinya," ujar Ade, selaku pendamping.
Agus Mengaku Dijebak
Sebelumnya, tim Tribun Lombok juga mewawancarai pria disabilitas I Wayan Agus Suartama (21) ditetapkan sebagai tersangka rudapaksa mahasiswi.
Agus Buntung, sebagaimana dia kerap dipanggil, mengaku bahwa dirinya merupakan orang yang dijebak.
Awalnya, dia meminta bantuan kepada seorang perempuan untuk diantarkan ke kampus. Namun ternyata dia berhenti di salah satu homestay di Kota Mataram.
"Jadi pada intinya itu saya benar-benar kaget dan syok. Tiba-tiba dijadiin tersangka," ujarnya Minggu (1/12/2024).
Agus mengaku hanya mengikuti saja keinginan dari si perempuan.
"Saya ceritain setelah saya sampai homestay itu, dia yang bayar, dia yang buka pintu, terus tiba-tiba dia yang bukain baju dan celana saya," bebernya.
Warga Kecamatan Selaparang, Kota Mataram ini pun mulai curiga ketika perempuan itu mulai menghubungi temannya.
"Tapi yang membuat saya tahu kasus ini jebakan pas dia nelpon seseorang, di situ saya nggak berani mau ngomong apa. Saya merasa ini jebakan, karena ini ke sana kemari saya dituduh," terangnya.
"Saya dituduh melakukan kekerasan seksual, coba dipikirkan bagaimana saya melakukan kekerasan seksual sedangkan bapak ibu lihat sendiri (nggak punya tangan), didorong aja saya, atau jangan diantar saya, atau ditinggal aja saya," sambungnya.
Agus mengaku tidak mendapat ancaman dari perempuan yang disebut sebagai korban.
Dia takut melakukan perlawanan karena posisinya dalam keadaan tidak berbusana.
"Nggak ada diancam sama perempuan secara fisik, saya diam saja selama di dalam homestay, saya takut buat teriak karena sudah telanjang, saya yang malu kalau saya teriak," tandasnya.
Tahanan Kota
Agus Buntung mengatakan, dirinya berstatus tahanan kota.
"Dengan tahanan yang sudah 17 hari ini memohon biar cepat tuntas kasus ini. Saya terus terang biar damai aja, saya tidak menuntut yang mencemarkan nama baik dulu, biar Tuhan yang balas," terangnya Minggu (1/12/2024).
Ia mengaku ingin menjalani kehidupan seperti sebelum-sebelumnya dan berharap kepada semua pihak agar memikirkan masa depannya.
"Yang penting saya bisa kuliah, bisa kerja main gamelan. Saya berharap satu mudah-mudahan dengan selesai kasus ini saya bisa memotivasi orang di luaran sana," pintanya.
Agus pun mengaku tak habis pikir dirinya bisa sampai sejauh ini, padahal awalnya hanya meminta bantuan.
"Ini saya ambil hikmahnya biar bisa mengangkat derajat orang tua. Terus terang saya tertekan sekali, ngga bisa kemana-mana sakit kepala saya, biasanya saya ngamen dengan gamelan, tiba-tiba kayak gini bagaimana," tandasnya.
Hotman Paris meminta Agus untuk menghubungi tim Kuasa Hukumnya, Hotman 911 agar mendapat keadilan.
Dalam video yang viral di media sosial, Agus mengklaim bahwa ia tidak melakukan tindakan rudapaksa.
Ia menyatakan bahwa untuk aktivitas sehari-harinya, ia masih sangat bergantung pada bantuan orang tuanya.
"Keadaan saya seperti ini, saya masih dimandiin orang tua, buang air dibukain orang tua, makan disuapi, dibukain baju sama orang tua. Kok bisa saya dibilang merudapaksa?", ungkap Agus.
Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Keseharian Agus Pria Disabilitas Tersangka Rudapaksa, Kuliah Sambil Ngamen Gamelan dan judul Pengakuan Pria Disabilitas di Mataram Tersangka Rudapaksa Mahasiswi, Kesal Kerap Di-bully